yashiruna.official@gmail.com

Menebar Sunnah Menuai Berkah

Surat Al-Ikhlas adalah surat Makiyyah, dan ayatnya berjumlah 4 ayat. Sebagian dari keutamaan surat ini sama dengan sepertiga Al-Qur’an dari segi makna dan ganjaran. Dari Abu Darda’ rodiyallohu anhu dari Nabi Shollallohu alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Apakah seseorang dari kamu tidak mampu membaca sepertiga Al-Qur’an di dalam satu malam?” Para sahabat bertanya, “Bagaimana mungkin seseorang (mampu) membaca sepertiga Al-Qur’an dalam semalam?” Beliau bersabda, “Qul Huwallaahu Ahad sebanding dengan sepertiga Al-Qur’an.”  (HR. Muslim)

Yang dimaksud disini adalah membacanya tiga kali tidak sama balasannya dengan membaca Al-Qur’an secara utuh. Maka siapa yang ingin mendapat pahala secara utuh, hendaknya ia membaca dari Al-Qur’an dari surat Al-Fatihah sampai surat An-Nas.

Asbabun Nuzul Surat Al-Ikhlas

Diriwayatkan dari Abu ‘Aliyah dari Ubay bin Ka’ab rodiyallohu anhu, sesungguhnya orang-orang musyrik bertanya kepada Rosululloh Shollallohu alaihi wa sallam,

يَا مُحَمَّدُ انْسب لَنَا رَبَّكَ، فَأَنْزَلَ اللهُ تَعَالَى: قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ اللهُ الصَّمَدُ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُواً أَحَدٌ

“Wahai muhammad, gambarkan kepada kami Robbmu, lalu Alloh menurukan surat Al-Ikhlas Qulhuwallohu Ahad, Allohus shomad, lam yalid wa lam yulad, walam yakun lahu kufuwan ahad.” (HR. At-Tirmidzi)

Penamaan Surat Al-Ikhlas

Penamaan surat Al-Ikhlas sangatlah banyak, seperti surat Al-Asas, Qul Huwallohu Ahad, At-Tauhid, Al-Iman, At-Tafrid, At-Tajrid, An-Najah, Al-Wilayah, Al-Ma’rifat, dan seterusnya. Semua nama-nama tersebut memiliki makna yang sama yaitu mengesakan Alloh Subhanahu wa ta’ala. Akan tetapi yang paling masyhur adalah surat Al-Ikhlas, karena surat ini membicarakan tetang kemurnian tauhid kepada Alloh Subhanahu wa ta’ala, menghilangkan dari segala kekurangan, dan menjauhi dari segala kemusyrikan.

Makna Ayat dan Tafsir

Alloh Subhanahu wa ta’ala  berfirman,

قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ * اللَّهُ الصَّمَدُ * لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ * وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ

“Katakanlah: “Dia-lah Alloh, Yang Maha Esa, Alloh adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu, Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.” (QS. Al-Ikhlas: 1-4)

Surat Al-Ikhlas memiliki kandungan berkenaan tentang akidah dan syari’ah islamiyyah, yaitu mengesakan Alloh Subhanahu wa ta’ala dan mensucikan-Nya, mensifati dengan sifat yang sempurna, serta menafikan kemusyrikan. Dan surat ini menjadi bukti atas penolakan terhadap orang Nashroni yang memiliki keyakinan tentang trinitas dan orang musyrik yang menyembah kepada Alloh juga kepada tuhan-tuhan yang lainnya. (Tafsir Al-Munir)

Struktur Balaghoh

Pada surat Al-Ikhlas ini ada beberapa kandungan balaghoh sebagaimana diterangkan dalam tafsir Al-Munir yaitu:

Firman Alloh Subhanahu wa ta’ala قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ kalimat tersebut meniscayakan penafian sekutu dan anak.

Pada kalimat اللهُ الصَّمَدُ berbentuk makrifah berfaedah untuk takhsish (pengkhususan).

Pada kalimat لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدُ terdapat jinash naqish karena perubahan harokat dan sebagian huruf.

Dan firman-Nya وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدُ merupakan pengkhususan setelah umum untuk menambah penjelasan dan penegasan terhadap apa yang disebut tajrid dan tafrid (pengesaan).

Tafsir Ayat 1

Alloh Subhanahu wa ta’ala berfirman,

قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ

“Katakanlah: ‘Dialah Alloh, Yang Maha Esa.’” (QS. Al-Ikhlas: 1)

Wahai Rosul, katakanlah kepada orang yang memintamu untuk menyifati Robbmu, bahwa Alloh Maha Esa dalam zat dan sifat-Nya, serta tiada sekutu dan tandingan bagi-Nya. Ini merupakan penyifatan dengan keesaan dan menafikan sekutu. Maknanya adalah Dialah Alloh yang kalian ketahui dan yakini bahwa Dia adalah Pencipta langit, bumi dan kalian. Dia Maha Esa dengan sifat ketuhan-Nya dan tiada sekutu bagi-Nya dalam ketuhanan. Ini menafikkan berbilangnya zat. (Tafsir Al-Munir)

Ibnu Katsir rohimallohu ta’ala berkata, “Yakni Dia yang pertama dan Esa, tidak ada tandingan dan pembantu, tidak ada yang setara dan tidak ada yang serupa dengan-Nya, dan tidak ada yang sebanding (dengan-Nya). Kata ini (ahad) tidak digunakan untuk siapapun selain Alloh Ta’ala, karena Dia Maha Sempurna dalam seluruh sifat-sifat-Nya dan perbuatan-perbuatan-Nya.” (Tafsir Ibnu Katsir: 8/497)

Tafsir Ayat Ke-2

Alloh Subhanahu wa ta’ala  berfirman,

اللهُ الصَّمَدُ

“Alloh adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.” (QS. Al-Ikhlas: 2)

Syaikh Abdurrohman bin Nashir As-Sa’di rohimallohu ta’ala menjelaskan dalam tafsirnya: Firman Alloh Subhanahu wa ta’ala , “Alloh adalah Tuhan yang bergantung kepadaNya segala sesuatu,” yakni yang dituju dalam seluruh kebutuhan. Kepada-Nya mereka meminta apa yang mereka perlukan dan kepada-Nya mereka bergantung pada apa yang mereka inginkan, karena Dia Maha Sempurna dalam sifat-sifatNya, Maha Mengetahui Yang sempurna ilmu-Nya, Maha Penyantun yang sempurna santun-Nya, Maha Penyayang yang sempurna rahmat-Nya, yang meliputi segala sesuatu dan seperti itulah seluruh sifat-sifatNya.

Ash-Shomad merupakan salah satu  asmaul husna yang dimiliki Alloh Subhanahu wa ta’ala. Para ulama salaf memiliki tafsiran yang beraneka ragam tentang makna “Ash-Shomad,” namun tafsiran- tafsiran tersebut sama sekali tidak bertentangan, akan tetapi saling melengkapi. Di antara tafsiran tersebut:

Pertama; Yang Maha bergatung kepada-Nya seluruh makhluk dalam segala kebutuhan dan permohonan mereka. (Tafsiran Ibnu Abbas)

Kedua; Penguasa yang kekuasaan-Nya sempurna, Maha Mulia yang kemuliaan-Nya sempurna; Maha Agung yang keagungan-Nya sempurna; Maha Sabar yang kesabaran-Nya sempurna; Maha Mengetahui yang ilmu-Nya sempurna; Maha Bijaksana yang kebijaksanaan-Nya sempurna. (Tafsiran Ibnu Abbas riwayat dari Ali bin Abi Thalib)

Ketiga; Yang Maha Hidup, Maha berdiri sendiri dan mengurusi yang lain, yang tidak akan binasa. (Tafsiran Al-Hasan)

Keempat; Maha Kekal dan Abadi

Kelima; Tidak beranak dan tidak pula diperanakkan (Tafsiran Ubay bin Ka’ab). Masih banyak pendapat yang lainnya. (Tafsir Ibnu Katsir: 8/497 dan Zadul Masir: 4/505, tafsir Al-Qurthubi: 20/245)

Tafsir Ayat Ke-3

Alloh Subhanahu wa ta’ala berfirman,

لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ

“Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan.” (QS. Al-Ikhlas: 3)

Yakni tidak pernah keluar dari-Nya seorang anak atau apapun, sebab tidak ada yang serupa dengan-Nya, dan permulaan dan akhir dari-Nya tidak mungkin berlaku bagi-Nya. Sebab yang diperanakkan pasti tidak berwujud sebelum dilahirkan. Maka Alloh tidak memiliki bapak untuk dinisbatkan kepada-Nya.

Qotadah mengatakan, ‘orang-orang arab yang musyrik berkata: “para malaikat adalah anak-anak perempuan Alloh.” Orang-orang Yahudi mengatakan: “Uzair adalah anak Alloh.” Dan orang-orang Nashroni berkata: “Isa Al-Masih adalah anak Alloh.” Maka Alloh membantah mereka dengan firman-Nya: “Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan.”’ (Zubdatut Tafsir Min Fathil Qodir)

Tafsir Ayat Ke-4

Alloh Subhanahu wa ta’ala  berfirman,

وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ

“Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.” (QS. Al-Ikhlas: 4)

Syaikh Abdurrohman bin Nashir As-Sa’di menjelaskan makna firman Alloh Subhanahu wa ta’ala, ”dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.” yaitu tidak ada yang serupa (setara) dengan Alloh Subhanahu wa ta’ala dalam nama, sifat, dan perbuatan.

Jadi, Alloh Subhanahu wa ta’ala meniadakan dari diri-Nya memiliki anak atau dilahirkan sehingga memiliki orang tua. Juga Alloh Subhanahu wa ta’ala meniadakan adanya yang semisal dengan-Nya. Alloh Subhanahu wa ta’ala berfirman,

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dialah yang Maha Mendengar dan Melihat.” (QS. As-Syura: 11)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *