Keluarga adalah struktur organisasi terkecil dalam masyarakat, maka mendidik masyarakat hendaknya dimulai dari mendidik keluarga. Dalam mendidik kita tidak hanya membekali diri dengan ilmu pengetahuan saja, namun ada hal-hal mendasar yang juga harusnya menjadi bekal seorang pendidik yang terus ia pegang. Diantaranya adalah:
Petama; Ikhlas
Pendidikan adalah ibadah yang mendatangkan pahala, kebaikan dalam mendidik akan diberi balasan baik oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala. Oleh karena itu, niat dalam mendidik harusnya disertai keikhlasan kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala. Tidak selayaknya seseorang mengerahkan segala daya dan upayanya dalam rangka membimbing keluarganya dan mendidiknya hanya untuk dikatakan bahwa ia telah mendidik dengan baik, disanjung karena telah menjadi pendidik yang ahli dan menjadi pengajar yang mahir semata. Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَمَا أُمِرُوْا إِلاَّ لِيَعْبُدُوْا اللهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ
“Mereka tidak diperintahkan kecuali agar beribadah kepada Alloh dengan mengikhlaskan agama (ketaatan) kepada-Nya.” (QS. Al-Bayyinah: 5)
Kedua; Berharap Pahala
Pendidikan itu berat dan tidak mengenal istirahat; panjang dan tidak berkesudahan; serta tanggung jawab yang tidak bisa ditawar. Maka, dengan proses mendidik yang mengambil banyak waktu, tenaga, pikiran maupun harta hendaknya disertai pengharapan yang besar kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala agar usaha kita berbuah pahala.
Pikiran paling baik adalah pikiran yang tertuju untuk keluarga, nafkah yang paling utama adalah nafkah yang diberikan kepada kerabat dan usaha paling baik adalah yang dikerahkan untuk buah hati. Bahkan, berinfaq untuk keluarga dan kerabat memiliki keutamaan dan balasan yang lebih besar dari selainnya. Dari Tsauban z, dia berkata, ‘Rosululloh Sholallohu alaihi wa sallam bersabda,
أفْضَلُ دِينَارٍ يُنْفِقُهُ الرَّجُلُ دِينَارٌ يُنْفِقُهُ عَلَى عِيالِهِ
“Satu dinar terbaik adalah satu dinar yang seseorang infakkan untuk keluarganya.” (HR. Muslim)
Ketiga; Hidayah di tangan Alloh l
Hidayah dalam arti iman, taufiq kepadanya dan keteguhan di atasnya bukan di tangan kita, akan tetapi di tangan Alloh l. Dia-lah yang memberikan kepada siapa yang dikehendaki-Nya dengan karunia dan rahmat-Nya dan menghalanginya dari siapa yang Dia kehendaki dengan keadilan dan hikmah-Nya. Yang wajib atas kita kepada keluarga hanya hidayah dalam bentuk menunjukkan, mengarahkan, menasehati dan membimbing, karena itu jangan melalaikan dan meremehkannya. Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَن يَشَاءُ
“Sesungguhnya engkau (wahai Rosul) tidak dapat memberi petunjuk kepada orang yang engkau cintai, tapi Alloh-lah yang memberi petunjuk kepada orang yang Dia kehendaki.” (QS. Al-Qashash: 56)
Keempat; Bersandarlah kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala
Kita adalah hamba yang faqir dan tidak memiliki daya upaya untuk diri sendiri, apalagi untuk orang lain. Karena itu, janganlah bersandar kepada diri sendiri, jangan mengandalkan kemampuan kita, jangan berkata, “Aku cerdik, aku berpengalaman, aku berusaha keras dan aku pandai.” Walaupun kita telah melakukan banyak sebab dan membekali diri dengan berbagai ilmu. Apa yang kita usahakan adalah bentuk ikhtiar kita, adapun hasilnya, kita serahkan kepada Alloh l, kita bertawakal dan memohon pertolongan kepada-Nya. Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَعَلَى اللَّهِ فَتَوَكَّلُوا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِين
“Dan hanya kepada Alloh-lah hendaknya kalian bertawakal, jika kalian adalah orang yang beriman.” (QS. Al-Maidah: 23)
Alloh Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman,
وَمَا تَوْفِيقِي إِلَّا بِاللهِ، عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ
“Dan tidak ada taufiq bagiku melainkan dengan (pertolongan Alloh). Hanya kepada Alloh aku bertawakal dan hanya kepada-Nya lah aku kembali.” (QS. Hud: 88)
Kelima; Jadilah Teladan
Orang berakal sepakat pentingnya teladan yang baik di segala bidang kehidupan karena medan hidup pertama adalah diri kita, karena itu, perbaiki diri kita dahulu, dengan itu semoga Alloh l memperbaiki orang-orang yang berada dalam tanggung jawab kita. Sebab, bila mereka sampai mendengar sesuatu yang berlawanan dengan apa yang kita lakukan maka akan terjadi ketimpangan, kesalahanpun menjadi besar. Agama Islam bukan hanya sekedar slogan di bibir saja, kalimat-kalimat hampa yang tidak berdampak apapun dalam hidup, tidak berefek apapun dalam kenyataan. Maka, mendidik keluarga untuk menjadi baik bukan hanya sekedar teori, tetapi wajib melalui teladan langsung tanpa banyak retorika dan perintah, karena hal ini akan lebih berbekas di dalam hati. Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ، كَبُرَ مَقْتًا عِندَ ٱللهِ أَن تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Alloh bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS. Ash-Shoff: 2-3)
Keenam; Hiasi diri dengan kelembutan
Kelembutan itu seperti pisau, namun memotong tanpa sakit. Kelembutan adalah nikmat besar yang berdampak terhadap jiwa-jiwa mulia yang tidak dapat dilakukan oleh kekerasan dan kekasaran. Alloh l berfirman,
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللهِ لِنتَ لَهُمْ، وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ
“Maka berkat rahmat Alloh engkau (wahai Nabi) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau berlaku keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu.” (QS. Ali Imran: 159).
Dari ‘Aisyah Rodiyallohu anhu, dia berkata, Rosululloh Sholallohu alaihi wa sallam bersabda,
إنَّ الرِّفْقَ لاَ يَكُوْنُ فِي شَيْءٍ إلاَّ زَانَهُ وَلَا يَنْزِعُ عَنْ شَيْءٍ إلاَّ شَانَهُ
“Sesungguhnya kelembutan itu tidaklah ada pada sesuatu melainkan ia menghiasinya dan tidaklah ia dicabut dari sesuatu melainkan ia membuatnya buruh.” (HR. Muslim)
Ketujuh; Waktu yang lama
Lapang dada, tidak terburu-buru, nafas yang panjang dalam mendidik adalah perkara-perkara mendasar. Tidak mudah menghilangkan kemungkaran yang telah bertahun-tahun dibiasakan atau sifat tercela yang awalnya menjadi kebiasaan anggota keluarga, tidak bisa dalam sehari semalam. Dibutuhkan usaha merubah secara bertahap, memulai dengan yang lebih penting lalu yang penting, tidak tergesa-gesa ingin melihat hasil, jalan ribuan kilo diawali dengan langkah pertama.
Siapa yang berjalan di atas jalan yang benar maka dia akan sampai ke tujuan, siapa yang rajin mengetuk pintu, maka akan dibuka untuknya. Maka hendaknya kita bersabar menghadapi kekurangan keluarga dan terus mendidik mereka bahkan setelah waktu berlalu cukup lama. Contohlah kesabaran Nabi Nuh Alaihi salam dalam berdakwah, 950 tahun beliau berdakwah dan berusaha mendidik keluarga dan kaumnya yang membangkang. Semoga bersamaan dengan berlalunya waktu, Alloh Subhanahu wa Ta’ala alirkan pahala yang tiada hentinya.
Kedelapan; Jangan menunda
Janganlah terlambat mendidik atau menundanya kecuali karena alasan syar’i atau kemaslahatan yang pasti, karena diri manusia harus dididik sejak hari pertama yang dengan itu ia melihat hakikat dan mengenal rambu-rambu jalan kehidupan. Istri mulai dididik sejak ia menginjakan kakinya ke rumah suaminya. Anak-anak dididik sejak hari pertama mereka dilahirkan oleh para ibu mereka dengan tangisan mereka yang melengking.