Keutamaan Bulan Dzul Qo’dah
Bulan Romadhon telah berlalu meninggalkan kita, begitu juga bulan Syawwal. Semoga Alloh Subhanahu wa Ta’ala mengampuni semua dosa-dosa kita serta menerima semua amal ibadah kita di bulan-bulan tersebut, sehingga kita menjadi hamba Alloh yang mendapatkan kebahagiaan hakiki di dunia maupun di akhirat. Selanjutnya, kita berusaha untuk menata diri dengan meningkatnya kualitas ibadah kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala dengan semangat baru di bulan-bulan berikutnya. Karena, hanya orang-orang yang berimanlah yang mampu memanfaatkan waktunya dengan penuh manfaat dan jauh dari kesia-siaan.
Saat ini, kita memasuki bulan Dzul Qo’dah. Inilah satu bulan di antara bulan-bulan yang disebut oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala sebagai bulan haram. Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِندَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۚ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ ۚ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنفُسَكُمْ ۚ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً ۚ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ
“Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Alloh ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Alloh di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya (terdapat) empat bulan haram. Itulah ketetapan agama yang lurus, maka janganlah kamu berbuat dzalim terhadap dirimu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya. Dan ketahuilah bahwasanya Alloh bersama-sama orang yang bertakwa.” (QS. At-Taubah: 36)
Di dalam ayat ini, Alloh Subhanahu wa Ta’ala telah menentukan jumlah bulan, yaitu dua belas bulan; empat diantaranya adalah bulan haram, tiga bulan berurutan yaitu Dzul Qo’dah, Dzul Hijjah, lalu Muharram serta satu yang terpisah yaitu bulan Rojab. Hal ini didasarkan pada sebuah hadits dari Abu Bakroh Radhiyallahu ‘Anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihin wa Sallam bersabda,
الزَّمَانُ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ، السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا ، مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ، ثَلاَثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ، وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِى بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ
“Sesungguhnya zaman berputar sebagai mana ketika Alloh menciptakan langit dan bumi. Satu tahun ada dua belas bulan. Diantaranya ada empat bulan haram (suci), tiga bulan berurutan: Dzul Qo’dah, Dzulhijjah, dan Muharram, kemudian bulan Rojab suku Mudhar, antara Jumadi Tsani dan Sya’ban.” (HR. Al-Bukhori dan Muslim)
Penamaan Bulan Haram
Empat bulan ini dinamakan bulan Haram karena dua sebab:
Pertama: Karena pada bulan-bulan ini diharamkan berperang, kecuali pada waktu tersebut musuh menyerang, maka dibolehkan untuk berperang. Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الشَّهْرِ الْحَرَامِ قِتَالٍ فِيهِ ۖ قُلْ قِتَالٌ فِيهِ كَبِيرٌ
“Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah, “Berperang pada bulan itu adalah dosa besar.” (QS. Al-Baqoroh: 217)
Kedua: Sebagai penghormatan bulan-bulan ini yang mana jika ada yang melakukan perbuatan haram, maka dosa nya lebih besar dibandingkan bulan-bulan lainnya. Oleh karena itu, Alloh Subhanahu wa Ta’ala memperingatkan agar tidak terjerumus ke dalam kemaksiatan pada bulan-bulan ini sebagaimana firman-Nya Subhanahu wa Ta’ala,
فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنفُسَكُمْ
“Maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.” (QS. At-Taubah: 36)
Dalam ayat yang mulia ini, Alloh Subhanahu wa Ta’ala melarang untuk berbuat zalim pada diri kita dengan segala bentuknya, terutama dibulan-bulan haram yang larangannya lebih keras dibanding dengan bulan-bulan lainnya. Oleh karena itu, kita wajib meghormati dan mengagungkan bulan-bulan ini serta menjauhi perbuatan zalim dengan segala ragamnya, baik zalim terhadap diri sendiri maupun zhalim terhadap orang lain. Diantara bentuk kezhaliman terbesar adalah meninggalkan perkara yang diwajibkan oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala ataupun melakukan perkara yang diharamkan oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala.
Imam Al-Qurtubi Rahimahullah mengatakan dalam tafsirnya terkait ayat di atas,
خَصَّ اللهُ تَعَالَى الْأَشْهُرَ الْحَرَمَ بِالذِّكْرِ وَنَهَى عَنِ الظُّلْمِ فِيْهَا تَشْرِيْفًا لَهَا، وَإِنْ كَانَ مَنْهِيًّا عَنْهُ فِيْ كُلِّ الزَّمَانِ، وَعَلَى هَذَا أَكْثَرَ أَهْلِ التَّأْوِيْلِ
“AllohSubhanahu wa Ta’ala mengkhususkan penyebutan bulan-bulan haram ini, serta melarang berbuat dzalim di dalamnya, sebagai bentuk pemuliaan terhadap bulan-bulan itu. Meskipun sejatinya berbuat dzalim dilarang di setiap waktu. Inilah keterangan dari banyak ahli tafsir.” (Tafsir Al Qurtubi 8/68)
Begitu juga, melakukan amal ketaatan di dalamnya bernilai besar pahalanya, sebagaimana diterangkan oleh Imam Al-Qurtubi Rahimahullah dalam tafsirnya,
فَيُضَاعَفُ فِيْهِ الْعِقابُ بِالْعَمَلِ السَّيِّئِ كَمَا يُضَاعَفُ الثَّوَابُ بِالْعَمَلِ الصَّالِحِ
‘Perbuatan dosa di bulan haram hukumannya dilipat gandakan, sebagaimana pahala amal sholih dilipat gandakan.’ (Tafsir Al-Qurtubi 8/68)
Mengenal Bulan Dzul Qo’dah
Dzul Qo’dah merupakan bulan ke sebelas dalam penanggalan Islam (Hijriah). Secara bahasa, Dzul Qo’dah terdiri dari dua kata: Dzul, yang artinya: Sesuatu yang memiliki dan Al-Qo’dah, yang artinya tempat yang diduduki.
Kenapa bulan ini disebut sebagai Dzul Qo’dah?
Bulan ini disebut Dzul Qo’dah karena pada bulan ini, kebiasaan masyarakat Arab duduk (tidak bepergian) di daerah mereka, dan tidak melakukan perjalanan atau peperangan. (Al-Mu’jam Al-Wasith, kata: Al-Qo’dah).
Keutamaan Bulan Dzul Qo’dah
Pertama: Dzul Qo’dah termasuk bulan haram, yang mana jika melakukan amal ketaatan di dalamnya bernilai besar pahalanya. Begitu juga, melakukan perbuatan haram, maka dosa nya lebih besar dibandingkan bulan-bulan lainnya.
Kedua: Bulan Dzul Qo’dah merupakan salah satu dari bulan-bulan haji (asyhurul hajj) yang dijelaskan oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala dalam firman-Nya,
الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَّعْلُومَاتٌ
“Musim haji adalah beberapa bulan yang telah diketahui…” (Qs. Al-Baqoroh: 197)
Ibnu Katsir Rahimahullah menyebutkan bahwa, ‘bulan-bulan yang telah diketahui merupakan bulan yang tidak sah ihrom untuk menunaikan haji kecuali pada bulan-bulan ini. Dan ini pendapat yang benar.’ Tafsir Ibnu Katsir: II/5, 356)
Ketiga: Pada bulan ini, Rosululloh Shallallahu ‘Alaihin wa Sallam pernah melaksanakan umroh empat kali, dan ini termasuk umroh beliau yang diiringi ibadah haji. Meskipun ketika itu beliau Shallallahu ‘Alaihin wa Sallam berihram pada bulan Dzul Qa’dah dan menunaikan umroh tersebut di bulan Dzulhijjah bersamaan dengan haji. (Latho-iful Ma’arif, karya Ibnu Rajab)
Dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘Anhu, beliau mengatakan,
أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اعْتَمَرَ أَرْبَعَ عُمَرٍ كُلُّهُنَّ فِي ذِي الْقَعْدَةِ إِلَّا الَّتِي مَعَ حَجَّتِهِ: عُمْرَةً مِنَ الْحُدَيْبِيَةِ، أَوْ زَمَنَ الْحُدَيْبِيَةِ فِي ذِي الْقَعْدَةِ، وَعُمْرَةً مِنَ الْعَامِ الْمُقْبِلِ فِي ذِي الْقَعْدَةِ
“Nabi Shallallahu ‘Alaihin wa Sallam melakukan umroh sebanyak empat kali, semuanya di bulan Dzul Qo’dah, kecuali umroh yang dilakukan bersama hajinya. Empat umroh itu adalah umroh Hudaibiyah di bulan Dzul Qo’dah, umroh tahun depan di bulan Dzul Qo’dah, …” (HR. Al-Bukhori dan Muslim)
Ibnul Qoyyim Rahimahullah menjelaskan bahwasannya, ‘menunaikan umroh di bulan-bulan haji sama halnya dengan menunaikan haji di bulan-bulan haji. Bulan-bulan haji ini dikhususkan oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala dengan ibadah haji, dan Alloh mengkhususkan bulan-bulan ini sebagai waktu pelaksanaannya. Sementara umrah merupakan haji kecil (hajjun ashghar). Maka, waktu yang paling utama untuk umroh adalah pada bulan-bulan haji. Sedangkan Dzul Qo’dah berada di tengah-tengah bulan haji tersebut.’ (Zadul Ma’ad II/96)
Keempat: Masa tiga puluh malam yang dijanjikan oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala kepada Nabi Musa ‘Alaihis Salam untuk bertemu dengan-Nya terjadi pada bulan Dzul Qo’dah, sedangkan sepuluh malam sisanya terjadi pada bulan Dzulhijjah. Sebagaimana firman Alloh Subhanahu wa Ta’ala,
وَوَاعَدْنَا مُوسَىٰ ثَلَاثِينَ لَيْلَةً وَأَتْمَمْنَاهَا بِعَشْرٍ فَتَمَّ مِيقَاتُ رَبِّهِ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً ۚ وَقَالَ مُوسَىٰ لِأَخِيهِ هَارُونَ اخْلُفْنِي فِي قَوْمِي وَأَصْلِحْ وَلَا تَتَّبِعْ سَبِيلَ الْمُفْسِدِينَ
“Dan telah Kami janjikan kepada Musa (memberikan Taurat) sesudah berlalu waktu tiga puluh malam, dan Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan sepuluh (malam lagi), maka sempurnalah waktu yang telah ditentukan Tuhannya empat puluh malam. Dan berkata Musa kepada saudaranya yaitu Harun: “Gantikanlah aku dalam (memimpin) kaumku, dan perbaikilah, dan janganlah kamu mengikuti jalan orang-orang yang membuat kerusakan.” (QS. Al-A’rof: 142)