Pada buletin edisi lalu, kita telah mengetahui sekelumit kisah perjalanan Nabiyulloh Isma’il Alaihi salam yang dimulai dari kelahirannya, kemudian ditinggalkannya dia beserta ibunya di tanah gersang yang tidak ada penghuni dan kehidupan disana. Selanjutnya sang Ibunda, Hajar Alaiha salam berlari-lari dari bukit Shafa ke Marwa untuk mendapatkan air hingga akhirnya Alloh Subhanahu wa ta’ala munculkan Zamzam untuknya. Maka, pada edisi kali ini kita akan mengetahui kisah berikutnya, yang menjadi cikal bakal ibadah Haji dan Qurban.
Penyembelihan Isma’il
Alloh Subhanahu wa ta’ala berfirman,
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَىٰ فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚقَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖسَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
“Maka tatkala anak itu sampai pada umur sanggup berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: ‘Wahai Anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu?’. Isma’il pun menjawab, ‘Wahai Bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Alloh engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” (QS. Ash-Shoffat: 102)
Mimpi bagi para Nabi dan Rosul adalah wahyu dari Alloh Subhanahu wa ta’ala. Sebagaimana hadits yang diriwayat oleh Ibnu Abbas Rodhiyallahu ‘anhu, “Mimpi para Nabi dalam tidurnya adalah wahyu.” Ini diperkuat dengan jawaban sang anak dalam ayat tersebut, “Wahai Ayahku, lakukan apa yang diperintahkan oleh Alloh kepadamu.”
Para Salaf berbeda pendapat mengenai siapakah anak yang diperintahkan untuk disembelih itu, apakah Isma’il q atau Ishaq Alaihi salam. Al-Ashma’i lebih lebih merajihkan pendapat bahwa yang disembelih itu adalah Isma’il Alaihi salam. Mengingat semua kronologi dan situs sejarah, baik Manhar (tempat menyembelih) dan Jamarat (tempat lempar jumroh dimana Ibrahim Alaihi salam digoda Iblis untuk mengurungkan niat menyembelih anaknya); semua ada di Makkah. Sedangkan yang tinggal di Makkah adalah Isma’il Alaihi salam, bukan Ishaq Alaihi salam.
Para Mufassir juga berbeda pendapat mengenai usia Isma’il saat hendak disembelih oleh ayahnya. Dalam tafsir Al-Baghawy disebutkan pendapat pertama, usianya 7 tahun. Pendapat yang kedua, usianya 23 tahun. Adapun menurut Ibnu Abbas Rodhiyallahu ‘anhu, usianya adalah usia “Ihtilam” (baligh).
Nabi Ibrahim Alaihi salam lalu membaringkan anaknya dan bersiap melakukan penyembelihan. Isma’il Alaihi salam pun siap menaati instruksi ayahnya. Saat Ibrahim Alaihi salam hendak mengayunkan parang, seketika itu Alloh Subhanahu wa ta’ala menggantikan tubuh Isma’il Alaihi salam dengan sembelihan besar, yakni berupa domba jantan dari Surga, yang berwarna putih, bermata bagus, bertanduk. Alloh Subhanahu wa ta’ala berfirman yang artinya, “Hai Ibrahim! Sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu. Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” (QS. Ash-Shafaat: 104 – 107)
Kejadian tersebut merupakan suatu mukjizat dari Alloh Subhanahu wa ta’ala yang menegaskan bahwa perintah pergorbanan Isma’il Alaihi salam itu hanya suatu ujian bagi Nabi Ibrahim dan Nabi Isma’il Alaihi salam sampai sejauh mana cinta dan ketaatan mereka kepada Alloh Subhanahu wa ta’ala. Ternyata keduanya telah lulus dalam ujian yang sangat berat itu. Dari sinilah asal permulaan perintah berkurban yang dilakukan oleh umat Islam pada tiap hari raya Idul Adha di seluruh pelosok dunia.
Pembangunan Ka’bah
Ketika Nabi Ibrahim Alaihi salam hijrah dari Palestina menuju lembah Bakkah (Mekkah), beliau mendapat perintah dari Alloh Subhanahu wa ta’ala untuk membangun rumah-Nya. Beliau pun meminta Isma’il Alaihi salam untuk membantunya membangun Ka’bah Baitulloh, rumah Alloh Subhanahu wa ta’ala. Alloh Subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَإِذْ يَرْفَعُ إِبْرَاهِيمُ الْقَوَاعِدَ مِنَ الْبَيْتِ وَإِسْمَاعِيلُ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا ۖ إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitulloh bersama Isma’il (seraya berdoa): “Ya Tuhan Kami terimalah daripada Kami (amalan kami), Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqoroh: 127)
Rosululloh n telah menyampaikan kisah ini dalam hadits yang panjang riwayat Al-Bukhori dari Ibnu Abbas Rodhiyallahu ‘anhu bahwasanya, ‘Ibrahim Alaihi salam meninggalkan mereka selama beberapa waktu. Setelah itu ia datang kembali, ketika itu Isma’il Alaihi salam tengah meraut anak panah di bawah pohon besar dekat sumur Zamzam. Ketika melihatnya, Isma’il q bangkit. Keduanya melakukan apa yang biasa dilakukan oleh anak dengan ayahnya dan ayah dengan anaknya jika bertemu. Ibrahim Alaihi salam berkata, “Wahai Isma’il, sesungguhnya Alloh Alaihi salam memerintahkan sesuatu kepadaku.” “Laksanakanlah apa yang telah diperintahkan Alloh Subhanahu wa ta’ala itu,” sahut Isma’il Alaihi salam. Ibrahim Alaihi salam pun bertanya, “Apakah engkau akan membantuku?” “Aku pasti akan membantumu,” jawab Isma’il Alaihi salam.
Ibrahim Alaihi salam bertutur, “Sesungguhnya Alloh Subhanahu wa ta’ala menyuruhku untuk membangun sebuah rumah di sini.” Seraya menunjuk ke anak bukit kecil yang letaknya lebih tinggi dari sekelilingnya.
Ibnu Abbas Rodhiyallahu ‘anhu melanjutkan ceritanya bahwa pada saat itulah keduanya meninggikan pondasi Baitulloh. Isma’il Alaihi salam mengangkat batu, sedang Ibrahim Alaihi salam memasangnya. Ketika bangunan itu sudah tinggi, dia meletakkan sebongkah batu untuk dijadikan pijakannya. Ibrahim Alaihi salam berdiri di atasnya sambil memasang batu, sementara Isma’il Alaihi salam menyodorkan batu-batu kepadanya.
Ibnu Abbas Rodhiyallahu ‘anhu meneruskan, bahwa keduanya terus membangun hingga menyelesaikan seluruh bangunan Baitulloh. Keduanya berdoa,
رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا ۖ إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
“Ya Tuhan kami, terimalah dari kami (amalan kami). Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqoroh: 127)’
Ibnu Katsir Rohimahulloh menyebutkan dalam kitabnya, Qishash al-Anbiyaa’, ‘Saat pembangunan Ka’bah hampir selesai, dan masih terdapat satu ruang kosong untuk menutupi temboknya, Ibrahim Alaihi salam berkata kepada Isma’il Alaihi salam, untuk mencari batu, agar ruang kosong itu bisa segera tertutupi, “Pergilah engkau mencari sebuah batu yang bagus untuk aku letakkan di salah satu sudut Ka’bah sebagai penanda bagi manusia.”
Isma’il Alaihi salam pergi dari satu bukit ke bukit lain untuk mencari batu yang paling baik. Ketika sedang mencari, malaikat Jibril Alaihi salam datang pada Isma’il Alaihi salam dan memberinya sebuah batu hitam (Hajar Aswad) yang paling bagus. Dengan senang hati ia menerima batu itu dan segera membawa batu itu untuk diberikan pada ayahnya.
Kemudian Ibrahim Alaihi salam bertanya pada putranya, “Dari mana kamu peroleh batu ini?” Isma’il Alaihi salam menjawab, “Batu ini aku dapat dari yang tidak memberatkan cucuku dan cucumu.” Ibrahim Alaihi salam mencium batu itu dan diikuti juga oleh Isma’il Alaihi salam. Begitulah, sampai saat ini banyak yang berharap bisa mencium batu yang dinamai Hajar Aswad itu.
Tentang Hajar Aswad ini, Ibnu ‘Abbas Rodhiyallahu ‘anhu, berkata bahwa Rosululloh Sholallahu alaihi wa sallam bersabda,
نَزَلَ الْحَجَرُ الأَسْوَدُ مِنَ الْجَنَّةِ وَهُوَ أَشَدُّ بَيَاضًا مِنَ اللَّبَنِ فَسَوَّدَتْهُ خَطَايَا بَنِى آدَمَ
“Hajar aswad turun dari surga padahal batu tersebut begitu putih lebih putih daripada susu. Dosa-dosa manusialah yang membuat batu tersebut menjadi hitam.” (HR. At-Tirmidzi dan An-Nasa’i)
Perintah Haji
Ibnu AbbasRodhiyallahu ‘anhu menceritakan, ‘Setelah Ibrahim selesai membangun Ka’bah, dikatakan kepadanya, “Serulah manusia melaksanakan Haji!” Ibrahim menjawab, “Wahai Tuhanku, apakah suaraku sampai ke mereka?” Alloh Subhanahu wa ta’ala berfirman, “Serulah, dan kewajiban kami menyampaikan seruan itu.” Kemudian Ibrahim Alaihi salam berseru,
أَيُّهَا النَّاسُ! كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْحَجَّ إِلَى الْبَيْتِ الْعَتِيْقِ فَحُجُّوْا
“Wahai manusia, telah diwajibkan haji ke Baitul ‘Atiq (baitulloh) atas kalian, maka berhajilah kalian.”
Ibnu Abbas Rodhiyallahu ‘anhu melanjutkan, ‘Apa saja yang ada di antara langit dan bumi mendengar seruan itu, tidaklah engkau lihat manusia dari penjuru bumi datang bertalbiyah?!’
Dalam lafadz lain dari Ibnu Abbas Rodhiyallahu ‘anhu, ia berkata, ‘Ibrahim Alaihi salam berdiri di atas batu lalu menyeru, “Wahai manusia, diwajibkan haji atas kalian. Orang-orang yang masih di sulbi para laki-laki dan di rahim para wanita mendengarnya. Lalu orang-orang beriman menjawabnya dan orang-orang yang telah Alloh catat akan berhaji sampai hari kiamat,
لَبَّيْكَ اللهم لَبَّيْكَ
“Kami penuhi seruan-Mu, ya Alloh. Kami penuhi seruan-Mua, Ya Alloh.” (HR. Al-Faqihi dengan isnad shahih)
Pengagungan terhadap rumah Alloh Subhanahu wa ta’ala dalam bentuk ibadah haji dan ibadah kepada-Nya akan tetap dilestarikan oleh kaum Muslimin yang berlangsung hingga hari ini bahkan sampai kiamat kelak. Wallohu A’lam