Romadhon akan segera pergi, perasaan harapharap cemas pun menggelayuti, khawatir amalan yang dilakukan tak diterima Allah Azza wa Jalla, ketika diri menyadari, selalu ada kekurangan di setiap perbuatan. Oleh karena itu, sertailah setiap amal dengan do’a agar amal diterima. Belajarlah pada Nabi Ibrahim Alaihi Salam, ketika selesai merenovasi Baitulloh, beliau berdo’a, “Ya Robb kami terimalah dari pada kami (amalan kami) ,Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Al-Baqoroh: 127) Ketika membaca ayat ini, Wuhaib bin Al-Ward Rohimahulloh pun menangis, seraya berkata: “Wahai kekasih Ar-Rohman. Engkau meninggikan rumah Ar-Rohman, lalu
engkau takut amalanmu itu tidak diterima oleh Ar-Rohman.” (Lihat Tafsir Ibnu Katsir, 1/427)
Shahabat Abu Darda’ Rodiyallohu anhu pernah berkata: ”(Andai) Aku yakin, bahwa Alloh telah menerima dariku satu shalat saja lebih aku sukai dari pada bumi dan seluruh
isinya.” (Lihat Tafsir Ibnu Katsir, 3/85)
Semangat Sampai Akhir
Mumpung kesempatan masih tersisa meski sedikit, tidak ada kata terlambat
untuk memperbaiki diri. Ibnu Rojab Rohimahulloh berkata: “Wahai hamba-hamba Alloh, sungguh bulan Romadhon telah bertekad untuk pergi, dan tidak tersisa waktunya kecuali sedikit, maka siapa yang telah berbuat baik di dalamnya hendaklah ia sempurnakan,
dan siapa yang telah menyia-nyiakannya hendaklah ia menutupnya dengan yang
lebih baik.” (Lathooiful Ma’arif, Al-Hafizh Ibnu Rojab Rohimahulloh, hal. 216) Ada satu permisalan menarik yang disampaikan Ibnul Jauzi Rohimahulloh. Beliau berkata:
“Seekor kuda pacu jika sudah berada mendekati garis finish, dia akan
mengerahkan seluruh tenaganya agar meraih kemenangan, karena itu, jangan
sampai kuda lebih cerdas darimu. Sesungguhnya amalan itu ditentukan
oleh penutupnya. Karena itu, ketika kamu termasuk orang yang tidak baik dalam
penyambutan, semoga kamu bisa melakukan yang terbaik saat perpisahan.”
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rohimahulloh menyatakan: “Yang akan menjadi ukuran adalah kesempurnaan akhir dari sebuah amal, dan bukan buruknya permulaan.”
Abu Bakar As-Shiddiq Rodiyallohu Anhu berdoa kepada Alloh Azza wa Jalla
“Ya Allah, jadikan usia terbaikku ada di penghujungnya, amal terbaikku ada di
penutupnya, dan hari terbaikku, ketika aku bertemu dengan-Mu.” (HR. Ibnu Abi
Syaibah)
Tetap semangat beramal pasca Romadhon
Romadhon laksana karantina bagi kaum yang beriman, mendidik diri menjadi
pribadi menakjubkan, hingga apapun yang mengenainya, selalu berbuah
kebaikan. Jika Romadhon adalah bulan latihan, maka keberhasilannya akan
nampak pasca Romadhon. Tercelalah seseorang yang hanya semangat
beramal sholeh di bulan Romadhon. Ada seseorang bertanya pada Bisyr Al-
Hafit, “Suatu kaum, mereka beribadah dan bersungguh-sungguh melakukan amalan ibadah di bulan Romadhon. Akan tetapi ,ketika Romadhon berakhir mereka pun meninggalkan amalan ibadah tersebut.” Beliaupun menjawab: “Sejelek-jelek kaum adalah mereka yang hanya mengenal Alloh Azza wa Jalla di
bulan Ramadhan.” (Miftahul Afkar li ta`ahhub li-daril qoror 2/23)
Mendambakan Ampunan Kado terindah saat Romadhon beranjak adalah ampunan. Setiap orang yang beruntung akan mendapatkan kado istimewa ini, namun sebaliknya, siapa yang tidak mendapatkan kado ampunan di bulan Romadhon, rugi, sangat rugilah ia. Malaikat Jibril Alaihi Salam pernah berdo’a dan Rosululloh mengaminkannya “Celakalah seorang hamba yang mendapati bulan Romadhon, tetapi
sampai Romadhon berakhir, ia belum juga diampuni.” (HR. Al-Bukhori dalam
Al-Adabul Mufrod dari Jabir )
Ibnu Rojab Al-Hambali Rohimahulloh berkata: “Barang siapa yang tidak diampuni
dosa-dosanya di bulan Romadhon, maka tidak akan diampuni dosadosanya
di bulan-bulan lainnya.” (Latho-if Al-Ma’arif, hal. 297)
Bersedih Saat Berpisah Ungkapan hati seorang Mukmin diwakili curahan hati Ibnu Rojab Al- Hambali Rohimahulloh: “Bagaimana mungkin air mata seorang
Mukmin tidak menetes tatkala berpisah dengan Romadhon, sedang ia tidak tahu
apakah masih ada sisa umurnya untuk berjumpa lagi.” (Lathoi-ful Ma’aarif, Al-
Hafizh Ibnu Rajab t, hal. 217)
Saling Mendo’akan di Hari ‘Idul-Fithri
Al-Hafidz Ibnu Hajar Rohimahulloh mengatakan, “Kami telah meriwayatkan dalam Al-
Mahamiliyat dengan sanad yang hasan dari Jubair bin Nufair ia berkata: “Adalah para Sahabat Rosululloh Sholallohu alaihi wa sallam apabila mereka saling berjumpa
pada hari raya, sebagian mereka berkata kepada sebagian yang lain
“Taqabbalallâhu minna waminka.“ (Fathul Bâri, 3/268)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rohimahulloh mengatakan, “Ucapan selamat pada
hari raya seperti sebagian orang kepada yang lainnya apabila saling
berjumpa setelah shalat ‘Id mengucapkan, “Taqabbalallâhu minna wa minkum
wa ahâlahullâhu ‘alaik” Dan semisalnya, sungguh ini telah diriwayatkan dari sebagian Sahabat bahwa mereka juga melakukannya, dan para Ulama membolehkannya seperti Imam Ahmad dan yang lainnya. Akan tetapi Imam Ahmad berkata aku tidak akan memulai. Namun, jika ada yang mengucapkan kepadaku maka aku akan menjawabnya, karena menjawab ucapan selamat adalah wajib sedangkan memulai ucapan selamat tidaklah disunahkan, tetapi juga tidak dilarang. Barang siapa yang melakukan demikian itu maka ia memiliki panutan dan siapa yang tidak melakukannya juga memiliki panutan.”
(Majmû’ Fatâwâ, 24/253)