Islam menetapkan tiga hari raya, yaitu hari raya Idul Fitri, hari raya Idul Adha, dan hari Jumat. Ketiga hari raya ini disyariatkan untuk momen bersuka cita dan bersyukur setelah menjalankan serangkaian ibadah. Idul Fitri disyariatkan sebagai hari raya karena sebelumnya kaum muslimin menjalankan puasa Romadhon sebulan penuh. Idul Adha disyariatkan sebagai hari raya karena sebelumnya kaum muslimin memperbanyak zikir kepada Alloh Subhanahu wa ta’ala. Di samping itu, hari raya Idul Adha bagi para jemaah haji adalah hari dimana Alloh Subhanahu wa ta’ala melihat mereka dalam keadaan wukuf di Arofah dan hari dimana Alloh Subhanahu wa ta’ala mempersaksikan malaikat-Nya bahwa Alloh Subhanahu wa ta’ala mengampuni dosa-dosa mereka hingga mereka pun bersih dari dosa. Adapun hari Jum’at disyariatkan sebagai hari raya karena pada hari itu Alloh Subhanahu wa ta’ala mengawali penciptaan, pada hari itu seluruh makhluk kembali kepada Alloh Subhanahu wa ta’ala, pada hari itu Adam Alaihi salam diciptakan, pada hari itu Adam Alaihi salam diusir dari surga, dan turun ke bumi untuk memakmurkannya. Di samping itu, pada hari Jumat pula kelak kiamat terjadi.
Sholat Idul Adha dan sholat Idul Fitri merupakan syiar Islam yang terbesar. Alloh Subhanahu wa ta’ala berfirman yang artinya,
“Dan hendaklah kamu mengagungkan Alloh atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu.” (QS. Al-Baqoroh: 185)
Karena itulah, Rosululloh Sholallohu alaihi wa sallam, para sahabat, dan kaum muslimin setelahnya senantiasa mendirikan sholat Idul Adha dan Idul Fitri. Bahkan, Rosululloh Sholallohu alaihi wa sallam menyuruh kaum muslimat yang sedang haid untuk hadir menyaksikan pelaksanaan sholat Idul Adha dan Idul Fitri.
Keutamaan hari Tasyriq (11, 12, dan 13 Dzulhijjah)
Di antara keutamaan hari Tasyriq:
1. Hari yang paling agung
Diriwayatkan dari Abdulloh bin Qurth Rodiyallohu anhu bahwasanya Nabi Sholallohu alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ أَعْظَمَ الْأَيَّامِ عِنْدَ اللَّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يَوْمُ النَّحْرِ ثُمَّ يَوْمُ الْقَرِّ
“Sesungguhnya hari yang paling agung di sisi Alloh adalah hari raya kurban kemudian hari pertama Tasyriq (yaumul qarr).” (HR. Ahmad)
2. Hari yang disyariatkan takbir selepas sholat fardhu
Alloh Subhanahu wa ta’ala berfirman,
“Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Alloh dalam beberapa hari yang berbilang.” (QS. Al-Baqarah: 203)
Takbir ini dimulai dari Shubuh 9 Dzulhijjah dan berakhir pada Ashar 13 Dzulhijjah di setiap selesai sholat 5 waktu. Diriwayatkan dari Ali bin Abu Tholib z bahwasanya dia senantiasa bertakbir setelah sholat Shubuh di tanggal 9 Dzulhijjah dan mengakhirinya setelah sholat Ashar di tanggal 13 Dzulhijjah. (HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushonnaf)
Dalam kesempatan tersebut kita bertakbir dengan melafalkan:
اَللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لَا إِلَهَ إِلَّا الله وَاللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ
“Alloh Maha Besar, Alloh Maha Besar. Tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Alloh. Alloh Maha Besar. Alloh Maha Besar. Segala puji bagi Alloh.” (HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf no. 5632)
Selain selepas sholat fardhu disyariatkan pula mengumandangkan takbir di rumah, di pasar, di jalan, kapapanpun dan dimanapun selama di awal tanggal 9 Dzulhijjah hingga akhir tanggal 13 Dzulhijjah. Diriwayatkan dari Ibnu Umar dan Abu Huroiroh x, ‘bahwasanya keduanya menuju pasar pada sepuluh hari pertama Dzulhijjah. Keduanya pun bertakbir. Kemudian manusia pun ikut bertakbir karena takbir keduanya’ (HR. Al-Bukhori)
3. Hari Tasyriq adalah hari qurban
Rosululloh Sholallohu alaihi wa sallam bersabda,
وَكُلُّ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ ذَبْحٌ
“Semua hari Tasyriq adalah waktu untuk menyembelih.” (HR. Ahmad)
4. Hari makan, minum, dan dzikir kepada Alloh
Diriwayatkan dari Abu Huroiroh Rodiyallohu anhu bahwasanya Rosululloh Sholallohu alaihi wa sallam mengutus Abdullah bin Huzafah untuk mengelilingi Mina dan menyampaikan sabda beliau,
لَا تَصُومُوا هَذِهِ الْأَيَّامَ فَإِنَّهُ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ وَذِكْرِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ
“Janganlah kalian berpuasa di hari-hari ini. Karena sesungguhnya hari-hari ini adalah hari makan, minum serta zikir kepada Alloh ‘azza wajalla.” (HR. Muslim)
Adab-Adab Sholat Id
Berikut ini diantara adab sholat Id:
1. Mandi Sebelum Menghadiri Sholat Id
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas Rodiyallohu anhu, ‘bahwasanya Rosululloh Sholallohu alaihi wa sallam senantiasa mandi pada hari raya Idul Fitri dan Idul Adha.’ (HR. Ibnu Majah 1/417/1315, Ibnu ‘Adiy 2/642, dan Al-Baihaqi 3/278)
2. Berhias dan Memakai Wewangian
Dari Ibnu Abbas Rodiyallohu anhu, bahwa pada suatu saat di hari Jumat, Nabi Sholallohu alaihi wa sallam bersabda,
إنَّ هَذَا يَوْمُ عِيْدٍ جَعَلَهُ اللَّهُ لِلْمُسْلِمِيْنَ فَمَنْ جَاءَ الْجُمُعَةِ فَلْيَغْتَسِلْ وَإِنْ كَانَ عِنْدَهُ طِيْبٌ فَلْيَمَسَّ مِنْهُ وَعَلَيْكُمْ بِالسِّوَاكِ
“Sesungguhnya hari ini adalah hari raya yang Alloh jadikan untuk kaum muslimin. Barang siapa yang hadir jumatan, hendaknya dia mandi. Jika dia punya wewangian, hendaknya dia gunakan, dan kalian harus gosok gigi.” (HR. Ibn Majah dan dihasankan oleh Syeikh Al-Albani)
3. Memakai Pakaian yang Paling Bagus
Dari Jabir bin Abdillah Rodiyallohu anhu, beliau mengatakan, “Nabi Sholallohu alaihi wa sallam memiliki jubah yang beliau gunakan ketika hari raya dan hari Jumat.” (HR. Ibnu Khuzaimah)
4. Tidak Makan Sampai Pulang dari Sholat Idul Adha dengan Daging Kurban
Dari Buroidah Rodiyallohu anhu, beliau berkata,
لاَ يَـخرجُ يَومَ الفِطرِ حَتَّى يَطعَمَ ولاَ يَطعَمُ يَومَ الأَضْحَى حَتَّى يُصلِّىَ
“Nabi Sholallohu alaihi wa sallam tidak berangkat menuju sholat Idul Fitri sampai beliau makan terlebih dahulu, dan ketika Idul Adha, beliau tidak makan sampai sholat dahulu.” (HR. At-Tirmidzi, Ibn Majah, dan dishohihkan Syeikh Al-Albani)
5. Menuju lapangan sambil berjalan dengan penuh ketenangan dan ketundukan
Dari sa’d Rodiyallohu anhu, ia berkata,
أنَّ النَّبـىَّ كانَ يَـخْرجُ إلَى الْعِيْدِ مَاشِيًا وَيَرجِعُ مَاشِيًا
“Bahwa nabi Sholallohu alaihi wa sallam keluar menuju lapangan dengan berjalan kaki dan beliau pulang juga dengan berjalan.” (HR. Ibn majah dan dishohihkan Syeikh Al-Albani)
6. Berangkat dan pulangnya mengambil jalan yang berbeda
Dari Jabir bin Abdillah Rodiyallohu anhu, ia berkata,
إِذا كانَ يَومُ عِيدٍ خَالَفَ الطَّريقَ
“Bahwa Nabi Sholallohu alaihi wa sallam ketika hari raya mengambil jalan yang berbeda (ketika berangdan dan pulang).” (HR. Al-Bukhori)
7. Dianjurkan bagi makmum untuk datang di lapangan lebih awal
Adapun imam, dianjurkan untuk datang agak akhir sampai waktu sholat dimulai. Karena imam itu ditunggu bukan menunggu. Demikianlah yang terjadi di zaman Nabi Sholallohu alaihi wa sallam bersama para sahabat.
8. Bertakbir sejak dari rumah hingga tiba di lapangan
Dari Ibnu Abi Dzi’bin dari Az-Zuhri, ‘bahwa Nabi Sholallohu alaihi wa sallam keluar menuju lapangan pada Idul Fitri. Beliau bertakbir hingga tiba di lapangan dan sampai selesai sholat. Setelah selesai sholat, beliau menghentikan takbir.” (HR. Ibnu Abi Syaibah; dinilai shohih oleh Syeikh Al-Albani)
9. Wanita Haid Tetap Berangkat ke Lapangan
Disyariatkan bagi wanita untuk berangkat menuju lapangan ketika hari raya dengan memperhatikan adab-adab berikut:
a. Memakai jilbab sempurna (hijab)
Dari Ummu ‘Athiyah Rodiyallohu anha mengatakan, “Rosululloh Sholallohu alaihi wa sallam memerintahkan kami untuk mengajak keluar gadis yang baru baligh, gadis-gadis pingitan, dan orang-orang haid untuk menghadiri sholat Idul Fitri dan Idul Adha…” Saya bertanya, “Ya Rosululloh, ada yang tidak memiliki jilbab?” Nabi n bersabda, “Hendaknya saudarinya meminjamkan jilbabnya.” (HR. Al-Bukhori dan Muslim)
b. Tidak memakai minyak wangi dan pakaian yang mengundang perhatian
Dari zaid bin Kholid Al-Juhani Rodiyallohu anhu, Nabi Sholallohu alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تـمنَــعُوا إِمَاءَ اللهِ الْـمسَاجِدَ، وَ لْيَخْرُجَنَّ تَفِلاَتٍ
“Janganlah kalian melarang para wanita untuk ke masjid. Dan hendaknya mereka keluar dalam keadaan tafilaat.” (HR. Ahmad, Abu daud dan dishohihkan oleh Syeikh Al-Albani)
Keterangan: Makna “tafilaat” : tidak memakai winyak wangi dan tidak menampakkan aurat.
c. Tidak boleh bercampur dengan laki-laki
Ummu Athiyah Rodiyallohu anha mengatakan,
فليكن خلف الناس يكبرنّ مع الناس
“Hendaknya mereka berjalan di belakang laki-laki dan bertakbir bersama mereka.” (HR. Muslim)
10. Mengeraskan bacaan takbir sampai imam datang (mulai sholat)
Dari Nafi’, ia berkata,
كاَنَ ابْنُ عُمَرَ يَـخْرُجُ يَوْمَ الْعِيْدِ إِلَى الْمُصَلَّى فَيُكَبِّرُ وَيَرْفَعُ صَوْتَهُ حَتَّى يَأتِيَ الْإِمَامُ
‘Bahwa Ibnu Umar beliau mengeraskan bacaan takbir pada saat Idul Fitri dan Idul Adha ketika menuju lapangan, sampai imam datang.’ (HR. Ad-Daruquthni dan Al-Faryabi dan dishohihkan Al-Albani)
11. Tidak ada adzan dan Iqamat ketika hendak sholat
Dari Jabir bin samurah Rodiyallohu anhu, beliau mengatakan,
صَلَّيْتُ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ n الْعِيْدَيْنِ غَيْرَ مَرَّةٍ وَلَا مَرَّتَيْنِ بِغَيْرِ أَذَانٍ وَلَا إِقَامَةٍ
“Saya sholat hari raya bersama Nabi shallAllohu ‘alaihi wa sallam beberapa kali, tidak ada adzan dan iqamat.” (HR. Muslim)
12. Tidak ada sholat sunah qabliyah dan ba’diyah di lapangan
Dari Ibnu Abbas Rodiyallohu anhu, ia berkata,
أَنََّ النَّبِىَّ n خَرَجَ يَوْمَ الْفِطْرِ، فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ لَـمْ يُصَلِّ قَبْلَهَا وَ لَا بَعْدَهَا وَ مَعَهُ بِلاَلٌ
“Nabi Sholallohu alaihi wa sallam menuju lapangan ketika Idul Fitri, kemudian sholat dua rakaat. Tidak sholat sunah sebelum maupun sesudahnya. Dan beliau bersama Bilal.” (HR. Al-Bukhori dan Al-Baihaqi)
Imam Ibnul Qoyim t mengatakan, “Nabi Sholallohu alaihi wa sallam maupun para sahabat, tidaklah melakukan sholat apapun setelah mereka sampai di lapangan. Baik sebelum sholat Id maupun sesudahnya.” (Zadul Ma’ad, 1/425)
Catatan:
a. Dibolehkan untuk melaksanakan sholat sunnah setelah tiba di rumah
Dari Abu Sa’id Al-Khudri Rodiyallohu anhu, “bahwa Nabi Sholallohu alaihi wa sallam tidak melaksanakan sholat sunah apapun sebelum sholat Id. Setelah pulang ke rumah, beliau sholat dua rakaat.” (HR. Ibn Majah dan dishohihkan oleh Syeikh Al-Albani)
b. Orang yang sholat Id di masjid, tetap disyariatkan untuk melaksanakan sholat tahiyatul masjid
Mengingat sabda Nabi Sholallohu alaihi wa sallam, yang diriwayatkan dari Abi Qotadah Sholallohu alaihi wa sallam, ia berkata, Rosululloh Sholallohu alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمُ الْمَسْجِدَ فَلَا يَجْلِسَ حَتَّى يُصَلِّيَ رَكْعَتَيْنِ
“Apabila kalian masuk masjid maka jangan duduk sampai sholat dua rakaat.” (HR. Al-Bukhori dan Muslim)