Pendahuluan
Mempelajari tauhid hukumnya wajib bagi setiap muslim, baik laki-laki maupun wanita, karena Alloh Subhanahu wa Ta’ala telah menciptakan jin dan manusia tidak lain hanyalah untuk mentauhidkan Alloh yaitu mengesakan di dalam beribadah kepada-Nya , sebagaimana dalam firman Alloh Subhanahu wa Ta’ala yang artinya,
”Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepadaKu.’‘
(QS. Adz-Dzariyat: 56)
Oleh karena itulah Alloh Subhanahu wa Ta’ala telah mengutus para Rosul kepada setiap ummat tujuannya adalah untuk mengajak mereka kepada tauhid. Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman yang artinya,
”Dan sungguh-sungguh Kami telah mengutus kepada setiap ummat
seorang Rosul yang mereka berkata kepada kaum-nya, ”Sembahlah Alloh
dan jauhilah thoghut”. (QS. An-Nahl: 36)
Makna ‘thoghut’ adalah segala sesembahan selain Alloh Subhanahu wa Ta’ala.
Oleh karena itu, sangat penting bagi seorang muslim untuk mempelajari dan memahami terlebih dahulu makna dan hakikat tauhid yang benar yang merupakan inti dari ajaran Islam, sebagaimana Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam mengajarkan tauhid terlebih dahulu kepada para sahabatnya yang mulia sehingga melahirkan generasi yang kuatkeimanannya.
Balasan Orang yang Bertauhid adalah Surga Rosululloh Shollallahu ‘Alihi wa Sallam bersabda,
“Barang siapa yang bersaksi (bersyahadat): bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah dengan benar kecuali hanya Alloh saja, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rosul-Nya, dan ‘Isa adalah hamba dan Rosul-Nya, dan kalimat yang disampaikan-
Nya kepada maryam serta ruh dari-Nya, dan bersaksi bahwa surga dan neraka benar adanya, maka Alloh akan memasukkannya ke dalam surga, sesuai dengan amal yang telah dikerjakannya.”
(HR. Al-Bukhori dan Muslim)
Makna Tauhid
Asy-Syeikh Muhammad bin Sholeh Al-Utsaimin Rohimahulloh berkata,
Tauhid secara bahasa adalah mashdar yang merupakan pecahan kata dari fi’il ‘wahhada’ jika dikatakan ‘wahhada asysyai’a’, artinya menjadikan sesuatu itu satu.
Adapun tauhid secara istilah syara’ maknanya adalah mengesakan Alloh Subhanahu wa Ta’ala yang menjadi kekhususan-Nya, berupa Rububiyyah-Nya, Uluhiyyah-Nya, Nama-nama dan Sifat-sifatNya. (Al-Qoulul Mufid ‘Ala Kitabit Tauhid hal. 7)
Tiga macam tauhid menurut pembagian Ulama
Pemahaman tauhid menjadi tiga ini bukanlah pemahaman yang baru, tetapi inilah yang dipahami oleh para ulama generasi terbaik ummat ini sejak dahulu berdasarkan penggalian yang dalam dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang shohih.
Pertama: Tauhid Ar-Rububiyyah, yaitu mengesakan Alloh Subhanahu wa Ta’ala dalam perbuatan-Nya, yakni mengimani dan meyakini bahwa hanya Alloh ‘Azza wa Jalla saja yang mampu mencipta, menguasai dan mengatur alam semesta ini.
Kedua: Tauhid Al-Uluhiyyah, yaitu mengesakan Alloh Subhanahu wa Ta’ala dalam ibadah, yakni beribadah hanya kepada Alloh dan karena-Nya semata.
Ketiga: Tauhid Al-Asma’ was-Sifat, yaitu mengesakan Alloh Subhanahu wa Ta’ala dalam nama-nama dan sifatsifatNya, artinya mengimani bahwa tidak ada makhluk yang serupa dengan Alloh dalam dzat, nama, maupun sifat-Nya.
Dalil yang mendasari ketiga pembagian tauhid ini adalah firman Alloh Subhanahu wa Ta’ala dalam surat Al-Fatihah ayat 2-5.
Dalam firman Alloh Subhanahu wa Ta’ala,
“Segala puji bagi Alloh, Robb semesta alam.” (QS. Al-Fatihah: 2)
Dalam ayat ini terdapat isyarat tentang tauhid rububiyyah, karena Alloh Subhanahu wa Ta’ala menetapkan Rububiyyah-Nya atas seluruh makhluk.
Dalam firman Alloh Subhanahu wa Ta’ala,
“Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Yang Menguasai di hari pembalasan.”
(QS. Al-Fatihah: 3-4)
Dalam ayat ini terdapat isyarat tentang penetapan tauhid Al-Asma’ was- Sifat . Karena dalam ayat tersebut, Alloh Subhanahu wa Ta’ala menetapkan untuk dirinya nama-Nya yang mulia, yaitu ‘Ar-Rohmaan’ dan ‘Ar-Rohiim’ dan ‘Al-Maalik’. Dan juga menetapkan untuk diri-Nya sifat yang mulia yaitu ‘Ar-Rohmah’ dan ‘Al-Mulk.’
Sedangkan dalam firman Alloh Subhanahu wa Ta’ala,
إيَّاكَ نَعْبُدُ وَإيَّاكَ نَسْتَعيْنُ
“Hanya kepada-Mu kami menyembah, dan hanya kepada-Mu lah kami meminta pertolongan.”
(QS. Al-Fatihah: 5)
Dalam ayat ini terdapat isyarat tentang tauhid uluhiyyah (tauhid ibadah), karena ayat tersebut menunjukkan kewajiban memurnikan ibadah dan isti’anah (meminta pertolongan) hanya kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala saja.
Urgensi Tauhid Rububiyyah
Seorang hamba tidak sempurna tauhidnya sampai mengakui bahwa Alloh Subhanahu wa Ta’ala adalah Robb segala sesuatu, Pemilik, Pencipta, Pemberi rizki, bahwa Dia Yang Menghidupkan dan Mematikan, Pemberi Manfaat dan Mudhorot, Satusatunya yang mengabulkan doa. Milik-Nya semua masalah, ditangan-Nya semua kebaikan, Dia Yang Maha Mampu atas segala sesuatu.
Tauhid ini tidak ada yang mengingkarinya dari kalangan bani Adam kecuali yang terjadi pada Fir’aun, maka dia mengingkari karena kesombongan dan pembang-kangan. Bahkan dia mengaku sebagai Tuhan . Alloh berfirman menceritakan tentang dia yang artinya,
“(Seraya) berkata, ‘Akulah tuhanmu yang paling tinggi.’” (QS. An-Nazi’at: 24)
Demikianlah bentuk kesombongan Fir’aun, padahal dia tahu Bahwa Alloh adalah Robb satu-satunya. Sebagaimana Firman Alloh Ta’ala yang artinya,
“Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan (mereka) pada hal hati mereka meyakini (kebenaran)nya.” (QS. An-Naml: 14)
Pengakuan Menuntut Pembuktian
Barang siapa yang telah mengetahui bahwa Alloh adalah Tuhannya yang menciptakannya dan mengatur segala urusannya, maka dia harus beribadah hanya kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala saja dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun.
Ternyata Tauhid Rububiyyah ini tidak diingkari orang-orang musyrik saat Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa sallam diutus pada mereka, bahkan mereka mengakuinya secara global sebagaimana Alloh Ta’ala berfirman,
وَلَئنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَات وَالْأَرْضَ لَيَقُولُنَّ خَلَقَهُنَّ الْعَزِيزُالْعَلِيمُ
“Dan sungguh jika kamu tanyakan kepada mereka ( orang – orang musyrik ) , ” Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?” niscaya mereka akan menjawab, “Semuanya diciptakan oleh Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.” (QS. Az-Zukhruf: 9)
Mereka mengakui bahwa Alloh adalah yang mengatur semua urusan. Ditangan- Nya semua kekuasaan langit dan bumi. Namun pengakuan mereka itu tidak bermanfaat, sehingga merekapun tetap diperangi karena melakukan kesyirikan dalam tauhid uluhiyyahnya.
Dengan demikian, dapat diketahui bahwa pengakuan terhadap Rububiyah Alloh Ta’ala saja belum mencukupi bagi seorang hamba untuk menunjukkan keislamannya, bahkan dia harus mewujudkan sesuatu yang harus menyertainya sekaligus kandungannya, yaitu Tauhid Uluhiyah; Mengesakan Alloh Ta’ala dalam beribadah. Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman yang artinya,
“Sesungguhnya Alloh, Tuhanku dan Tuhanmu, karena itu sembahlah Dia. Inilah jalan yang lurus.” (QS. Ali Imron: 51)
Bersambung in syaa Alloh…