Tauhid Uluhiyyah merupakan intisari ajaran Islam dan meru- pakan inti dakwah para Nabi dan Rosul, dimana seseorang belum dianggap muslim sampai ia bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah dengan benar kecuali Alloh dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan Alloh Subhanahu wa Ta’ala sebagaimana firman-Nya,
”Dan sungguh-sungguh Kami telah mengutus kepada setiap ummat seorang Rosul yang mereka berkata kepada kaumnya, ”Sembahlah Alloh dan jauhilah thoghut.” (QS. An-Nahl: 36)
Dengan tauhid ini, seseorang akan masuk ke dalam surga dan selamat dari neraka. Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
“Sesungguhnya Alloh mengharamkan neraka bagi orang yang mengatakan, ‘bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah,’ dimana ia mengucapkannya karena mencari keridhaan Allah.” (HR. Al-Bukhori)
Tauhid Uluhiyyah disebut juga dengan Tauhid Ibadah yang maknanya adalah: mengesakan Alloh Subhanahu wa Ta’ala dalam beribadah kepada-Nya, yakni beribadah hanya kepada Alloh dan karena-Nya semata.
Tauhid ini merupakan pokok kesela- matan dunia dan akhirat sekaligus hal pertama kali yang harus dipelajari oleh manusia. Oleh karena itu, tauhid ini juga harus dijadikan sebagai prioritas utama sebagaimana dakwah para Rosul Alloh yang diutus untuk ummatnya dan juga apa yang telah telah Alloh perin- tahkan sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits ketika Nabi Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam mengutus Mu’adz bin Jabal Rodhiyallohu ‘Anhu ke Yaman, ia pun berkata padanya,
“Sesungguhnya engkau akan menda- tangi kaum dari ahli kitab. Maka jadi- kanlah dakwah engkau pertama kali pada mereka adalah supaya mereka mentauhidkan Alloh Ta’ala. Jika mereka telah memahami hal tersebut, maka kabari mereka bahwa Alloh telah mewajibkan pada mereka sholat lima waktu sehari semalam. Jika mereka telah sholat, maka kabari mereka, bahwa Alloh juga telah mewajibkan bagi mereka zakat dari harta mereka, yaitu diambil dari orang-orang kaya di antara mereka dan disalurkan untuk orang-orang fakir di tengah-tengah mereka. Jika mereka menyetujui hal itu, maka ambillah dari harta mereka, namun hati-hati dari harta berharga yang mereka miliki.” (HR. Al-Bukhori dan Muslim)
Tauhid Uluhiyyah adalah makna yang terkandung dalam kalimat tauhid “Laa Ilaaha Illalloh.” Sehingga pembahasan- nya dijelaskan sebagai berikut:
A. Makna dan Rukun Kalimat Tauhid
Laa Ilaaha illalloh
Makna syahadat “Laa ilaaha illalloh” secara ijmal (global) adalah, “Tidak ada sesembahan yang hak selain Alloh Ta’ala.
Maksudnya adalah tidak boleh bagi seorang pun dalam beribadah, kecuali hanya kepada Alloh Ta’ala saja. Dan tidak boleh baginya berdo’a, menger- jakan sholat, bernadzar, berkurban dan seluruh macam-macam ibadah lainnya kecuali hanya kepada Alloh. (Tahdzib TashilAl-Akidah Al-Islamiyyah. Hal. 32)
Kalimat Tauhid yang agung ini juga mencakup dua rukun pokok, yaitu:
Pertama, An-Nafyu : yaitu meniadakan tuhan selain Alloh seperti ditunjukkan pada kalimat َلاَإِلَه (tiada ilah yang berhak disembah) yang meniadakan bahwa selain Alloh tidak berhak untuk di ibadahi.
Kedua, Al-Itsbat : yaitu menetapkan bahwa tuhan yang berhak disembah adalah Alloh seperti ditunjukkan pada kalimat, إلاّالله (kecuali Alloh) hanyalah Alloh saja yang berhak untuk di ibadahi.
B. Syarat-syarat “Laa ilaaha illalloh”
Syarat pertama: Al-Ilmu, Yaitu mengetahui makna kalimat tersebut dengan pemahaman yang benar, bahwa hanya Alloh yang berhak untuk di ibadahi. Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman yang artinya,
“Maka Ketahuilah, bahwa Sesung- guhnya tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi selain Alloh dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki- laki dan perempuan. dan Alloh menge- tahui tempat kamu berusaha dan tempat kamu tinggal”. (QS.Muhammad:19)
Syarat kedua: Al-Yakin yang merupakan lawan dari Asy-Syak (Keraguan), yaitu wajib bagi setiap muslim meyakini kalimat tersebut dengan sebenar- benarnya tanpa ada keraguan sedikit- pun. Alloh Ta’ala berfirman yang artinya,
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang beriman kepada Alloh dan Rosul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka di jalan Alloh. Mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS.Al-Hujurot:15)
Syarat ketiga: Al-Qobul (Menerima) yang merupakan lawan dari Ar-Rodd (Menolak), Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman yang artinya,
“Rosul telah beriman kepada Al-Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Alloh, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rosul-rosul-Nya. (mereka mengatakan): “Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun dengan yang lain dari rosul-rosul-Nya”, dan mereka mengatakan: “ Kami mendengar dan kami taat.” Mereka berdoa: “Ampunilah kami, wahai Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali.” (QS. Al-Baqarah: 285)
Syarat keempat: Al-Inqiyad (Patuh atau Tunduk) yang merupakan lawan dari At-Tarku (Meninggalkan), Alloh Ta’ala berfirman yang artinya,
“Dan barang siapa yang menyerahkan dirinya kepada Alloh, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesung- guhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh. Dan hanya kepada Alloh-lah kesudahan segala urusan.” (QS. Luqman: 22)
Syarat Kelima: Ash-Shidqu (Jujur) yang merupakan lawan dari Al-Kadzib (Dusta), Yaitu mengucapkan kalimat ini sesuai dengan apa yang ada di hatinya, Alloh Ta’ala berfirman yang artinya,
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami Telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan Sesungguhnya kami Telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, Maka Sesungguhnya Alloh mengetahui orang-orang yang benar dan Sesungguhnya Dia mengeta-hui orang- orangyangdusta”. (QS.Al-Ankabut:2-3)
Syarat Keenam: Ikhlas yang merupakan lawan dari Syirik, yaitu membersihkan segala tujuan ibadah hanya untuk Alloh, serta beramal dengan niat yang ikhlas karena Alloh dan membersihkan amalan dari niat-niat yang mengotorinya. Alloh Ta’ala berfirman yang artinya,
“Sesunguhnya Kami menurunkan kepadamu Kitab (Al-Quran) dengan (membawa) kebenaran . Maka sembahlah Alloh dengan Ikhlas (memurnikan ketaatan) kepada-Nya.” (QS. Az-Zumar: 2)
Syarat Ketujuh: Al-Mahabbah (Cinta), wajib bagi setiap muslim mencintai kalimat tauhid ini dan segala tuntutan yang ada di dalamnya, demikian pula mencintai orang yang menunaikan-nya, dan membenci orang yang me- nentangnya. Alloh Subhanahnu wa Ta’ala berfirman yang artinya,
“Dan diantara manusia ada orang- orang yang menyembah tandingan- tandingan selain Alloh; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Alloh. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Alloh. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan i tu kepunyaan Alloh semuanya, dan bahwa Alloh amat berat s i k sa a n – N y a ( n i s c a y a m e r e ka menyesal).” (Al-Baqoroh: 165)
C. Pembatal Tauhid “Laa ilaaha illalloh”
Adapun pembatal “Laa Ilaaha Illalloh, para Ulama juga menamakannya dengan nawaqid al-islam (pembatal keislaman) dan pembatal tauhid, yaitu perkara-perkara yang menyebabkan seseorang keluar dari Agama Islam.
Pembatal-pembatal ini jumlahnya sangat banyak , bahkan ulama menghitungnya hingga mencapai 400 pembatal. Pembatal-pembatal ini terkumpul pada 3 perkara yang merupakan pokoknya yaitu:
- Syirik Akbar (syirik besar), yaitu menyekutukan Alloh Subhanahu wa Ta’ala dalam beribadah kepada-Nya dengan beribadah yang tujuannya untuk selain Alloh. Seperti berdoa kepada selain Alloh, meminta kepada orang yang sudah meninggal dunia,bernadzar kepada selain Alloh dan sebagainya. Alloh Ta’ala berfirman (yang artinya),“Barang siapa yang mempersekutukan Alloh, maka sungguh Alloh haramkan atasnya Surga, dan tempat kembalinya adalah Neraka…” (QS. al-Ma’idah: 72)
- Kufur Akbar (kufur besar), yaitu kufur yang mengeluarkan pelakunya dari Islam. Seperti: kufur karena mendustakan (lihat Al ‘Ankabut: 68), kufur karena enggan dan sombong padahal mengakui (lihat Al-Baqoroh: 54), kufur karena ragu-ragu (lihat Al- Kahfi: 35-38), kufur karena berpaling (lihat Al-Ahqaaf: 3)
- Nifaq I’tiqodi (nifaq dalam keyakinan), yaitu seseorang yang menampak-kan keimanan kepada Alloh, malaikat, kitab, para rasul, dan hari akhir, namun kondisi batinnya ber tentangan dengan semua hal tersebut atau sebagiannya. Alloh berfirman yang artinya,“Yang demikian itu adalah karena bahwa sesungguhnya mereka telah beriman, kemudian menjadi kafir (lagi) lalu hati mereka dikunci mati; karena itu mereka tidak dapat mengerti.” (Al- Munafiqun: 3)