Takwa dapat diartikan dengan melaksanakan perintah Alloh Subhanahu wa Ta’ala dan menjauhi larangan-Nya. Atau dengan kata lain, takwa adalah sebuah kata yang mencakup perbuatan melaksanakan perintah Alloh dan menjauhi seluruh larangan-Nya, ikhlas mengharapkan ridho-Nya dan takut terhadap neraka-Nya berdasarkan ilmu dari Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu berwasiat kepada para sabatnya untuk bertakwa kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala, dimanapun dan kapanpun berada, dalam keadaan rahasia dan terang-terangan, ditempat yang banyak disaksikan oleh manusia dan tempat tersembunyi yang tidak disaksikannya di segala tempat dan zaman, sebab ketakwaan adalah kepala segala perkara.
Dari Abu Dzar Al Ghifari Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اتَّقِ اللَّهَ حَيثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ
“Bertaqwalah kepada Alloh dimanapun engkau berada, dan hendaknya setelah melakukan kejelekan engkau melakukan kebaikan yang dapat menghapusnya. Serta bergaulah dengan orang lain dengan akhlak yang baik.” (HR. Ahmad dan At-Tirmidzi, ia berkata, hadits ini hasan shohih)
Ketakwaan adalah Kemuliaan
Manusia hanyalah bernilai dan mulia di sisi Alloh Subhanahu wa Ta’ala dengan ketakwaannya, bukan dengan pangkat dan jabatan, garis keturunan dan nasab, dan bukan pula dengan kekuasaan dan harta. Karena itulah, tingkah laku orang yang bertakwa selalu mencerminkan perilaku mulia dan selalu berusaha menghindari hal-hal yang menjadikan Alloh murka kepadanya. Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman yang artinya, “Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Alloh adalah orang yang paling bertakwa.” (QS. Al-Hujurot: 13)
Diriwayatkan dari Abu Huroiroh Radhiyallahu ‘anhu ia berkata, ‘Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ
“Sesungguhnya Alloh tidaklah melihat kepada bentuk-bentuk dan harta-harta kalian. Akan tetapi, Alloh melihat kepada hati-hati dan amalan-amalan kalian.” (HR. Muslim)
Dalam riwayat lain, dari Jabir bin Abdillah Radhiyallahu ‘anhu, Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَفَضْلَ لِعَرَبِيٍّ عَلَى عَجَمِيٍّ وَلاَ لِأَسْوَدَ عَلَى أَبْيَضَ إِلاَّ بِالتَّقْوَى
“Tidak ada keutamaan bagi bangsa arab atas bangsa ajam (non arab), dan tidak ada keutamaan bagi yang berkulit hitam atas yang berkulit putih kecuali dengan takwa.” (HR. Al-Baihaqi dalam syu’abul Iman)
Dengan demikian, maka barang siapa yang bertakwa lagi sholeh, ia mempunyai keutamaan dan pahala sekalipun ia adalah seorang hamba sahaya dari Habasyah (Ethiopia). Dan barang siapa yang kafir atau gemar bermaksiat, maka ia adalah orang yang celaka sekalipun ia seorang syarif dari suku Quraisy.
Ciri-Ciri Orang yang Bertakwa
Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfriman yang artinya,
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Robb-mu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. (Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik diwaktu lapang maupun di waktu sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang, Alloh menyukai orang-orang yang berbuat baik. Dan (juga) orang yang apabila melakukan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Alloh, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka, dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain Alloh. Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya, dan itulah sebaik-baik pahala orang yang beramal.” (QS. Ali Imran 133-136)
Pada ayat pertama, Alloh Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kepada orang-orang yang beriman untuk bersegera meraih ampunan dan surga yang sangat luas yang disediakan untuk mereka yang bertakwa. Kemudian pada ayat-ayat selanjutnya Alloh Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan beberapa perilaku orang bertakwa tersebut, yaitu:
1. Berinfaq Diwaktu Lapang dan Sempit
Termasuk perilaku orang bertakwa adalah berinfaq dalam keadaan bagaimanapun, baik dalam keadaan lapang (berkecukupan) ataupun dalam keadaan sempit (kekurangan). Mereka berusaha untuk selalu dapat membantu orang lain sesuai dengan kemampuan. Mereka tidak pernah melalaikan infaq meski terkadang mereka sendiri sedang kesulitan.
Dalam suatu hadits Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jauhkanlah dirimu dari api neraka walaupun dengan (bersedekah) sebutir kurma.” (HR. Al-Bukhori dan Muslim)
Alloh Subhanahu wa Ta’ala memulai gambaran orang bertakwa dengan infaq karena dua hal berikut:
Pertama; infaq adalah kebalikan dari riba yang dilarang oleh ayat sebelumnya. Riba adalah pemerasan yang dilakukan oleh orang kaya terhadap orang yang membutuhkan pertolongan dengan memakan hartanya dari bayaran hutang yang berlipat ganda. Sedangkan infaq adalah sebuah pertolongan kepada orang yang membutuhkan tanpa imbalan.
Kedua; Sesungguhnya infaq adalah sesuatu yang tidak mudah dilakukan karena kecintaan manusia terhadap harta. Oleh karena itu, barang siapa yang sanggup menginfaqkan harta diwaktu lapang dan sempit, jelas menunjukkan sikap kepatuhan, ketundukkan hati, yang merupakan sebuah ketakwaan.
Anjuran dan perintah berinfaq pada waktu lapang adalah untuk menghilangkan perasaan sombong, rakus, aniaya, cinta yang berlebihan terhadap harta, dan lain-lain. Sedangkan anjuran bersedekah di waktu sulit adalah untuk merobah sifat manusia yang lebih suka diberi dari pada memberi. Sesulit apapun, manusia masih bisa memberikan sesuatu di jalan Alloh Subhanahu wa Ta’ala walaupun sedikit. Dorongan ini ada pada diri setiap orang tetapi kadang-kadang tidak muncul. Untuk itu agamalah yang menumbuhkan kesadaran itu.
2. Menahan Marah
Orang yang bertakwa adalah yang mampu menahan marah dengan tidak melampiaskan kemarahan walaupun sebenarnya ia mampu melakukannya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut orang yang mampu menahan marah sebagai orang yang kuat. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Orang yang kuat bukanlah orang yang jago gulat, tetapi (orang yang kuat itu adalah) orang yang mampu menahan dirinya ketika marah.” (HR. Al-Bukhori, Muslim, dan Abu Daud)
3. Memaafkan
Memaafkan berarti menghapuskan. Jadi seseorang baru dikatakan memaafkan orang lain apabila ia menghapuskan kesalahan orang lain itu, kemudian tidak menghukumnya sekalipun ia mampu melakukannya. Ini adalah perjuangan untuk pengendalian diri yang lebih tinggi dari menahan marah. Karena menahan marah hanya upaya menahan sesuatu yang tersimpan dalam diri, sedangkan memaafkan, menuntut orang untuk menghapus bekas luka hati akibat perbuatan orang. Ini tidak mudah, oleh karena itu pantaslah dianggap perilaku orang bertakwa.
Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menjelaskan keuntungan orang-orang yang mau memaafkan kesalahan orang lain, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa memaafkan kesalahan orang lain, maka Alloh akan memaafkan kesalahannya pada hari kiamat.” (HR. Ahmad)
4. Berbuat Ihsan
Ini adalah tingkat yang lebih tinggi dari tiga perilaku takwa sebelumnya. Alloh Subhanahu wa Ta’ala mencintai orang yang berbuat ihsan. Ihsan terbagi menjadi dua:
pertama; Ihsan dalam beribadah, hal ini ditafsirkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya, yaitu, “Kamu beribadah kepada Alloh seakan-akan kamu melihat-Nya. Jika kamu tidak merasa melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.” (HR. Muslim)
kedua; Ihsan kepada makhluk, yaitu adalah memberikan manfaat baik yang bersifat agama maupun dunia kepada makhluk serta menghindarkan keburukan dari mereka. Termasuk ke dalamnya beramr ma’ruf dan bernahi munkar, mengajarkan orang yang tidak tahu, menasehati orang yang lalai, memberikan sikap nasihat (tulus) kepada manusia secara umum maupun khusus, berusaha menyatukan mereka, memberikan sedekah dan nafkah yang wajib maupun sunnah sesuai keadaan mereka dan sifatnya, memberikan kedermawanan, menghindarkan gangguan dan siap memikul gangguan yang menyakitkan.
5. Cepat Menyadari Kesalahan Lalu Beristighfar
Perilaku ini menggambarkan bagaimana orang yang bertakwa menghadapi dirinya sendiri, yaitu bila dia, sengaja atau tidak, melakukan perbuatan dosa mereka langsung ingat Alloh Subhanahu wa Ta’ala , sehingga merasa malu dan takut kepada-Nya. Lalu ia cepat menyesali semua perbuatannya dan memohon ampun sambil bertekad tidak akan mengulangi lagi kesalahan itu.
Dalam ayat ini, Alloh Subhanahu wa Ta’ala juga menegaskan dua hal, pertama; Hanya Alloh Subhanahu wa Ta’ala lah tempat memohon ampunan, karena hanya Alloh Subhanahu wa Ta’ala juga yang mampu memberi ampunan. Kedua; ayat ini menunjukkan batapa Maha Pemaaf dan Pengampunnya Alloh.
Untuk mereka yang memenuhi lima kriteria diatas, Alloh Subhanahu wa Ta’ala menjanjikan balasan berupa ampunan, selamat dari siksaan, mendapat pahala yang besar, dan memperoleh surga yang sangat luas dan menyenangkan. Itu semua adalah sebaik-baik balasan dan imbalan Alloh Subhanahu wa Ta’ala terhadap amal yang telah mereka lakukan.
Mutiara
Dari Abu Huroirah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rosulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya mengenai perkara yang banyak memasukkan seseorang ke dalam surga, beliau menjawab,
تَقْوَى اللَّهِ وَحُسْنُ الْخُلُقِ
“Takwa kepada Allah dan berakhlak yang baik.”
Beliau ditanya pula mengenai perkara yang banyak memasukkan orang dalam neraka, jawab beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
الْفَمُ وَالْفَرْجُ
“Perkara yang disebabkan karena mulut dan kemaluan.”
(HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih)