yashiruna.official@gmail.com

Menebar Sunnah Menuai Berkah

Alloh Subhanahu wa ta’ala telah memuliakan ummat ini dan memberikan karunia kepadanya dengan mendatangkan musim-musim yang penuh dengan kebaikan, pahala yang berlipat di dalamnya, yang mampu menyentuh hati serta mendorong manusia berbondong-bondong menyongsongnya untuk melakukan amal yang sesuai dengan apa yang dicintai dan diridhai oleh Alloh Subhanahu wa ta’ala.

Oleh karena itu, orang yang hatinya hidup dalam menyongsong panggilan Alloh Subhanahu wa ta’ala dan memiliki semangat yang tinggi, akan berusaha sekuat tenaga dan semaksimal mungkin untuk mendapatkan keridhaan Allohldan mendekatkan diri kepada-Nya; dan ini merupakan bekal yang amat mulia. Alloh Subhanahu wa ta’ala berfirman,

“(yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Alloh dengan hati yang bersih.” (QS. Asy-Syuaro: 88-89)

Seiring dengan akan tibanya bulan suci Romadhon yang penuh barokah, maka perlu untuk kita berbekal untuk menyambut bulan tersebut agar maksimal dalam menjalankannya.

PENETAPAN BULAN ROMADHON

Hukum asal penetapan awal bulan di dalam syariat Islam adalah dengan rukyatul Hilal (melihat Hilal) sebagaimana firman Alloh Subhanahu wa ta’ala,

“…karena itu, barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu…” (Al-Baqoroh: 185)

Masuknya bulan Romadhon ditetapkan dengan melihat hilal juga berdasarkan hadits,

“Berpuasalah karena melihatnya (hilal).” (HR. Al-Bukhori dan Muslim)

Tidak diperbolehkan berpatokan pada metode hisab dalam menentukan masuknya bulan, karena Rosululloh Sholallohu alaihi wa sallam telah mengaitkan puasa Romadhon dan idul Fitri dengan melihat hilal, bukan dikaitkan dengan metode hisab.

Pendapat ini merupakan kesepakatan ulama dari empat madzhab dan yang lain. Setiap orang yang tidak sependapat dengan ini, maka pendapat tersebut merupakan pendapat yang syadz dan tidak dapat dijadikan pegangan.

Rosululloh Sholallohu alaihi wa sallam juga bersabda,

“Perhatikanlah hilal bulan Sya’ban untuk mengetahui awal bulan Romadhon.” (HR. At-Tirmidzi)

Artinya, kaum muslimin hendaknya bersungguh-sungguh dalam menyelidiki dengan memperhatikan secara seksama mathla’ (tempat muncul) dan memperkirakan manzil (tempat persinggahan) bulan, agar kaum muslimin dapat memasuki hilal bulan Romadhon berdasarkan ilmu dan tidak terluput meski sehari. (Tuhfah Al-Ahwadzi 3/299)

Kemudian ketika terjadi mendung sehingga tidak mungkin melakukan rukyatul Hilal (melihat Hilal), syariah sudah memberikan solusi atau jalan keluar dari sisi nabi n, atau dengan kata lain kita berpindah kepada metode yang kedua yang dikatakan oleh nabi n dengan menggenapkan bulan sya’ban 30 hari.

Yaum Asy-Syak (Hari yang Diragukan)

Berpuasa pada hari ketiga puluh bulan Sya’ban saat belum ada kepastian munculnya hilal Romadhon sebagai bentuk kehati-hatian termasuk perkara yang dilarang. Sahabat ‘Ammar bin Yasir Rodiyallohu anhu mengatakan,

“Barang siapa yang berpuasa pada hari yang diragukan, maka sungguh dia tidak menaati Abu Al-Qasim (Rosululloh) Sholallohu alaihi wa sallam.” (HR. Al-Bukhori)

Larangan Mendahului Romadhon dengan Berpuasa

Terdapat larangan berpuasa di dua hari terakhir bulan Sya’ban. Nabi Sholallohu alaihi wa sallam bersabda,

لا تَقَدَّمُوا رَمَضانَ بصَوْمِ يَومٍ ولا يَومَيْنِ إلَّا رَجُلٌ كانَ يَصُومُ صَوْمًا، فَلْيَصُمْهُ

“Janganlah kalian mendahului Romadhon dengan berpuasa satu atau dua hari, kecuali seorang yang memiliki kebiasaan berpuasa maka tidak mengapa dia berpuasa.” (HR. Muslim)

Larangan yang dimaksud adalah larangan terhadap puasa sunnah mutlak. Jika puasa tersebut merupakan puasa sunnah yang menjadi rutinitas, maka terdapat hadits yang menunjukkan bahwa tidak mengapa puasa demikian itu dilakukan. Hal ini seperti seorang yang terbiasa melakukan puasa sunnah Senin dan Kamis. Demikian pula, seorang yang memiliki tanggungan puasa wajib seperti puasa Qodho atau puasa Kaffarah, maka dalam hal ini tidak tercakup dalam larangan hadits di atas dan dia lebih utama mengerjakan puasa tersebut.

Salah satu sebab yang diutarakan ulama perihal larangan berpuasa sehari atau dua hari terakhir di bulan Sya’ban adalah agar tidak terjadi penambahan bilangan puasa Romadhon, sebagai bentuk kehati-hatian terhadap puasa yang dilakukan oleh Ahli Kitab ketika mereka menambah waktu puasanya berdasarkan logika dan hawa nafsu, sehingga mereka pun mendahului dan mengakhirkan puasa.

Oleh karena itu, terdapat pemisah antara puasa wajib dan puasa sunnah. Dengan sebab itu pula, syari’at menetapkan adanya pemisah antara shalat wajib dan shalat sunnah dengan salam, berbicara atau merubah posisi shalat. (Lathaif Al-Maarif hlm.158)

Persiapan di menjelang Romadhon

1. Bertaubat, kembali dan menghadap hati kepada Alloh Subhanahu wa ta’ala.

2. Berdoa agar dipertemukan dengan bulan Romadhon, meminta pertolongan kepada Alloh Subhanahu wa ta’ala agar mampu menjalankan berbagai ibadah selama Romadhon.

Diantara perkataan ulama terdahulu yang menunjukkan kerinduan akan datangnya bulan Romadhon adalah apa yang diungkapkan oleh Yahya bin Abi Katsir Rohimallohu ta’ala. Beliau mengatakan bahwa salah satu doa yang dipanjatkan para salaf adalah doa berikut,

“Ya Alloh pertemukan diriku dengan bulan Romadhon, selamatkan Romadhon untukku, dan terimalah seluruh amalku di bulan Romadhon.” (Lathaif Al-Maarif hlm. 158)

3. Memperbanyak puasa Sunnah di bulan sya’ban

Aisyah Rodiyallohu anha mengatakan,

“Saya tidak pernah melihat nabi Sholallohu alaihi wa sallam lebih banyak berpuasa kecuali di bulan sya’ban.” (HR. Al-Bukhori)

4. Bersegera Menunaikan Qadha puasa Romadhon

Aisyah Rodiyallohu anha mengatakan,

كانَ يَكُوْنُ عَلَيَّ الصَّوْمُ مِن رَمَضانَ، فَمَا أسْتَطِيعُ أَنْ أقْضِيَ إِلّا فيِ شَعْبَانَ

“Saya pernah mempunyai hutang puasa Romadhon, dan saya tidak mampu mengqodhonya hingga bulan sya’ban tiba.” (HR. Muslim)

5. Bersihkan Hati dari permusuhan. Perbaiki hubungan yang retak antar sesama.

Rosululloh Sholallohu alaihi wa sallam bersabda,

“Tidak halal bagi seorang muslim untuk memboikot (tidak menyapa) saudaranya lebih dari 3 hari.” (HR. Bukhori dan Muslim).

6. Mempelajari hukum-hukum agama seputar Romadhon

Sebelum memasuki bulan Romadhon, ada persiapan ilmu yang harus kita miliki. ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz Rohimallohu Ta’ala berkata,

“Barang siapa beribadah kepada Alloh tanpa didasari ilmu, maka kerusakan yang diperbuat lebih banyak daripada kebaikan yang diraih.” (Majmu’ Al Fatawa, 2: 382). Jadi biar ibadah puasa kita tidak sia-sia, dasarilah dan awalilah puasa tersebut dengan ilmu.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *