yashiruna.official@gmail.com

Menebar Sunnah Menuai Berkah

Para pembaca yang dirahmati Alloh Subhanahu wa Ta’ala, inilah seri ketiga dari pembahasan tafsir dalam surat Al-Fatihah, yaitu tafsir ayat keenam dan ketujuh dari surat Al-Fatihah.

Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

اهْدِنَا الصَّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَ

“Tunjukkanlah kami ke jalanmu yang lurus.”

Diantara hidayah yang selalu diperbaharui adalah hidayah agar kita mendapat petunjuk jalan yang lurus. Karena barang siapa yang mengetahui hakikat hidayah dan kebutuhan seorang hamba kepadanya; maka dia telah memahami bahwasanya apa yang belum ia peroleh dari hidayah itu adalah berlipat banyaknya dari apa yang telah ia peroleh, dan sesungguhnya disetiap waktu ia butuh dengan hidayah yang terus diperbaharui itu. Karena itulah, doa yang paling bermanfaat dan paling agung bagi seorang hamba adalah doa yang ada dalam surat Al-Fatihah: اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ karena sesungguhnya jika Alloh Subhanahu wa Ta’ala menolong hamba-Nya dengan jalan yang lurus ini tentunya akan menjadi pendorong baginya dalam meningkatkan ketaatan kepada-Nya, dan menguatkannya dalam menjauhi segala larangan-Nya, sehingga ia tidak akan ditimpa oleh musibah apapun baik di didunia maupun di akhirat.

Alloh Subhanahu wa Ta’ala juga memerintahkan hamba-hamba-Nya yang beriman untuk mengucapkan do’a,

رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً، إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ

“(mereka berdoa): “Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau jadikan hati Kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada Kami, dan karuniakanlah kepada Kami rahmat dari sisi Engkau; karena Sesungguhnya Engkau-lah Maha pemberi (karunia).” (QS. Ali Imran: 8)

Hakikat shirot al-mustaqim adalah mengetahui kebenaran dan mengamalkannya; karena tatkala Alloh Subhanahu wa Ta’ala menyebut shirot al-mustaqim ini dalam surah Al-Fatihah, kemudian Alloh Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan siapa yang melenceng dari jalan yang lurus itu dan mereka adalah orang-orang Yahudi yang dimurkai, mereka mengetahui kebenaran tetapi tidak mengamalkannya, dan orang-orang Nashroni yang telah tersesat dari jalan yang benar dan mereka melakukan segala hal yang melenceng dari kebenaran.

Ash-shirot al-mustaqim adalah jalan yang terang yang mengantarkan kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala dan jannah (surga)-Nya berupa pengetahuan (ilmu) tentang jalan kebenaran dan kemudahan untuk beramal dengannya.

Imam Ahmad Rahimahullah dalam Musnadnya meriwayatkan dari An-Nawas bin Sam’an Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Alloh Subhanahu wa Ta’ala memberikan permisalan ash-shirothul mustaqim (jembatan yang lurus), diantara dua sisinya terdapat dua tembok. Masing-masing memiliki pintu-pintu yang terbuka, dan di atas pintu-pintu tersebut terdapat tirai-tirai tipis dan di atas pintu shiroth terdapat seorang penyeru yang berkata, “Wahai sekalian manusia masuklah kalian seluruhnya ke dalam ash-shiroth dan janganlah kalian menyimpang. Dan ada seorang penyeru yang menyeru dari dalam ash-shiroth, bila ada seseorang ingin membuka salah satu dari pintu-pintu tersebut maka penyeru itu berkata, “Celaka engkau, jangan engkau membukanya, karena jika engkau membukanya, engkau akan terjungkal kedalamnya.”

Maka ash-shiroth adalah Al-Islam, dua tembok adalah aturan-aturan Alloh Subhanahu wa Ta’ala, pintu-pintu yang terbuka adalah larangan-larangan Alloh Subhanahu wa Ta’ala. Penyeru yang berada di atas ash-shiroth adalah Kitabulloh (Al-Qur’an), dan penyeru yang berada didalam ash-shiroth adalah peringatan Alloh Subhanahu wa Ta’ala bagi hati-hati kaum muslimin.” (Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir, Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al-Asyqar, hal 2)

Di antara faedah dari ayat ini:

Pertama: Bersandarnya manusia kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala setelah ia memohon pertolongan kepada-Nya dalam beribadah agar Alloh Subhanahu wa Ta’ala memberinya hidayah kepada jalan yang lurus, karena ibadah haruslah didasari keikhlasan.

Kedua: Jalan terbagi dua: yang lurus dan yang melenceng, jika jalan yang ditempuh sesuai dengan kebenaran maka ini adalah jalan yang lurus sebagaimana firman-Nya,

وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ

“Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia.” (QS. Al-An’am: 153)

Dan yang menyelisihi jalan ini maka itulah jalan yang melenceng. (Tafsir Juz ‘Amma, Syaikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin, hal 20)

Kemudian Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

صِرَاطَ الَّذِيْنَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ

“Yaitu jalannya orang-orang yang engkau beri kenikmatan.”

Siapakah mereka itu? Meraka adalah sebagaimana yang dalam firman Alloh Subhanahu wa Ta’ala yang artinya, “Dan barang siapa yang menta’ati Alloh dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Alloh yaitu: Para Nabi, para shiddiqin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang Sholih. Dan mereka itulah sebaik-baik teman. Yang demikian itu adalah karunia dari Alloh dan Alloh cukup mengetahui.” (QS. An-Nisa’: 69-70)

غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلاَ الضَّآلِيْنَ

“Dan bukan jalan orang-orang yang Engkau murkai dan bukan pula jalan orang-orang yang sesat.”

Orang-orang yang dimurkai Alloh Subhanahu wa Ta’ala adalah orang-orang yang mengetahui kebenaran akan tetapi enggan mengamalkannya. Mereka itu adalah kaum Yahudi. Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman berkenaan dengan keadaan mereka yang artinya, “Katakanlah Wahai Muhammad: Maukah Aku beritakan kepadamu tentang orang-orang yang lebih buruk pembalasannya dari (orang-orang fasik) itu di sisi Alloh, yaitu orang-orang yang dikutuk dan dimurkai oleh Alloh.” (QS. Al-Ma’idah: 60)

Adapun jalan orang-orang yang sesat adalah mereka yang bersemangat untuk beramal dan beribadah, akan tetapi ibadahnya tidak didasari dengan ilmu. Akhirnya mereka sesat disebabkan kebodohan mereka. Seperti halnya kaum Nashoro. Alloh Subhanahu wa Ta’ala memberitakan tentang keadaan mereka, “Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus.” (QS. Al-Ma’idah: 77)

Banyak yang menyangka ketika membaca tafsir ayat ini bahwa orang-orang yahudi adalah yang dimurkai dan orang-orang nashroni telah tersesat dari jalan yang benar, bahwasanya kedua sifat ini dikhusukan kepada mereka (yahudi dan nashroni) saja, padahal Alloh Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan untuk membaca surah Al-Fatihah di setiap sholat. Bagaimana mungkin Alloh Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan untuk memohon perlindungan dari sesuatu yang Dia sendiri tidak mengabarkan kepada hamba-Nya untuk berhati-hati dari perkara itu, dan mereka tidak menyadari bahwasanya mereka telah melakukan kesalahan? Karena pada hakikatnya termasuk diantara orang-orang yang dimurkai adalah siapapun yang tidak mengamalkan ilmunya (syari’at islam), dan termasuk diantara orang-orang yang tersesat siapa yang mengamalkan sesuatu tanpa ilmu yang benar.

Di antara faedah dari ayat ini:

Pertama: Pembagian jenis manusia menjadi tiga: pertama orang yang Alloh Subhanahu wa Ta’ala beri nikmat, kedua orang yang dimurkai Alloh Subhanahu wa Ta’ala ketiga orang-orang yang tersesat. Sebab-sebab keluar dari jalan yang lurus; bisa kerena bodoh atau karena penentangan, dan orang-oran yang sebab keluarnya adalah penentangan mereka adalah orang yang dimurkai, yang dimotori oleh yahudi. Dan yang lain adalah yang sebab keluarnya mereka karena kebodohan, orang-orang yang tidak mengetahui kebenaran, yang dipelopori oleh nashroni, ini jika ditinjau sebelum diutusnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Adapun setelah diutusnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudiam mereka menyelisihinya maka mereka sama saja dengan yahudi, mereka semua dimurkai Alloh Subhanahu wa Ta’ala.

Kedua: Tingginya bahasa Al-Quran. Berita tentang Al-Maghdhub (orang-orang yang dimurkai) dengan mengunakan bentuk isim maf’ul yang menunjukkan bahwa kemurkaan itu berasal dari Alloh Subhanahu wa Ta’ala dan wali-wali mereka.

Ketiga: Dikedepankanya yang terparah kemudian yang lebih ringan, Alloh Subhanahu wa Ta’ala mengedepankan penyebutan orang-orang yang dimurkai sebelum orang-orang yang tersesat, karena pelanggaran terhadap kebenaran yang dilakukan orang-orang yang dimurkai lebih parah daripada yang tersesat. Itu dikarenakan pelanggaran dengan mengetahui kebenaran akan sulit untuk kembali berbeda dengan yang melanggar kerena ketidaktahuan. (Tafsir Juz ‘Amma, Syaikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin, hal 23)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *