Surat ini terdiri dari tujuh ayat dan merupakan surat Makkiyah menurut pendapat jumhur Ulama’. Sedangkan menurut Ibnu Abbas Rodiyallahu anhu dan Qotadah, surat ini tegolong Madaniyah.
Kandungan Surat
Awal surat ini mencela orang kafir yang mendustakan Hari Pembalasan dan mensifatinya dengan dua sifat; pertama, menghardik anak yatim, dan kedua, tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. Di akhir surat, Alloh Subhanahu wa ta’ala mencela orang munafik yang menampakkan keislaman dan menyembunyikan kekufuran serta mensifatinya dengan tiga sifat; pertama, melalaikan sholat, kedua, riya’ dan ketiga, enggan menolong orang lain dengan sesuatu yang berguna.
Surat ini mengancam orang kafir dan orang munafik dengan kerugian, siksa, dan kehancuran. Demikian juga, ketika berbicara tentang mereka, surat ini menggunakan gaya bahasa meremehkan dan heran dengan perbuatan mereka. (Tafsir Al-Munir, jilid 15 hal: 684 – 685)
Tafsir Ayat 1
Alloh Subhanahu wa ta’ala berfirman,
أَرَءَيْتَ ٱلَّذِى يُكَذِّبُ بِالدِّينِ
“Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?” (QS. Al-Ma’un: 1)
Tahukan engkau wahai Muhammad orang yang mendustakan agama (mendustakan hari pembalasan dan hisab di akhirat), dan mengingkari apa yang datang dari Robbnya, dari kebenaran dan hidayah bagi seluruh alam?
Ayat ini cakupannya umum bagi setiap orang yang mengingkari hari pembalasan. Mereka mengatakan seperti yang Alloh Subhanahu wa ta’ala sebutkan,
أَئِذَا مِتْنَا وَكُنَّا تُرَابًا وَعِظَامًا أَإِنَّا لَمَبْعُوثُونَ
“Apakah apabila kami mati dan menjadi tanah dan tulang belulang, apakah sesungguhnya kami benar-benar akan dibangkitkan kembali?” (QS. Al-Waqi’ah: 47)
Mereka juga berkata seperti yang disebutkan Alloh Subhanahu wa ta’ala,
مَنْ يُحْيِي الْعِظَامَ وَهِيَ رَمِيمٌ
“Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang, yang telah hancur luluh?” (QS. Yasin: 78)
Iman kepada hari akhir bukan sekedar pengetahuan dan keyakinan saja, tetapi ia akan mendorong pemiliknya mengerjakan amal-amal sholeh seperti dijelaskan pada ayat selanjutnya.
Tafsir Ayat 2
Alloh Subhanahu wa ta’ala berfirman,
فَذَٰلِكَ الَّذِي يَدُعُّ الْيَتِيمَ
“Itulah orang yang menghardik anak yatim.” (QS. Al-Ma’un: 2)
Anak yatim adalah orang yang ayahnya telah meninggal dunia sedangkan anak tersebut di bawah usia baligh, baik lelaki atau wanita. Dan sebagian dari sifat manusia yang mengingkari hari kebangkitan dan pembalasan adalah orang yang mencegah hak-hak anak yatim dengan menahan hartanya, menahan hak waris bagi mereka, membentaknya dengan keras, memperlakukannya dengan kasar dan tidak mengasihinya.
Menyantuni anak yatim merupakan suatu kemuliaan dan memiliki derajat yang tinggi disisi Alloh Subhanahu wa ta’ala. Maka, sebagai seorang muslim harus merasa bertanggung jawab terhadap mereka. Mereka adalah tempat dituangkannya kasih sayang, kerena mereka kehilangan bapak-bapak mereka, hati mereka terpecah, membutuhkan penyemangat. Oleh karena itu, banyak dalil-dalil yang menjelaskan tentang keutamaan berbuat baik kepada anak-anak yatim. Dari Sahl bin Sa’ad Rodiyallohu anhu dia berkata, Rosululloh Sholallohu alihi wa sallam bersabda,
أَنَا وَكَافِلُ الْيَتِيمِ فِى الْجَنَّةِ هكَذَ، وَأَشَارَ بِالسَّبَّابَةِ وَالْوُسطَى وَفَرَّجَ بَيْنَهُمَا شَيْئاً
“Aku dan orang yang menanggung anak yatim (kedudukannya) di surga seperti ini”, kemudian beliau n mengisyaratkan jari telunjuk dan jari tengah beliau, serta agak merenggangkan keduanya.” (HR. Al-Bukhori)
Menanggung anak yatim adalah mengurusi dan memperhatikan semua keperluan hidupnya, seperti makan dan minum, pakaian, mengasuh dan mendidiknya dengan pendidikan Islam yang benar.
Diantara bentuk cinta kita kepada mereka, adalah dengan mengusap kepalanya, memberikan makanan kepada mereka, menyantuni kebutuhan-kebutuhan mereka, dan sebagainya. Rosululloh Sholallohu alihi wa sallam bersabda,
أَتُحِبُّ أَنْ يَلِيْنَ قَلْبُكَ ، وَتُدْرِكَ حَاجَتَكَ؟ ارْحَمِ الْيَتِيْمَ ، وَامْسَحْ رَأْسَهُ ، وَأَطْعِمْهُ مِنْ طَعَامِكَ، يَلِنْ قَلْبُكَ، وتُدْرِكْ حَاجَتَكَ
“Apakah kamu suka hatimu menjadi lembut, dan terpenuhi hajatmu (kebutuhanmu)? Sayangilah anak yatim, usaplah kepalanya, berilah dia makan dengan makananmu, (dengan cara itu) niscaya hatimu akan menjadi lembut, dan kebutuhanmu pun akan kamu dapatkan (terpenuhi).” (Shohih Al-Jami’, hadits no. 80)
Hadits ini mengisyaratkan bahwa diantara hikmah atau faedah yang bisa kita dapatkan dari mengasihi anak-anak yatim adalah menjadikan hati kita lembut dan juga keinginan dan cita-cita kita akan sesuatu, in sya Alloh akan diwujudkan oleh Alloh Subhanahu wa ta’ala.
Dan disebutkan dalam hadits lainnya dari Abu Hurairah Rodiyallohu anhu, ‘Bahwasanya ada seseorang yang mengeluhkan kerasnya hati kepada Rosululloh Sholallohu alihi wa sallam, lalu beliau bersabda kepadanya, “Jika engkau ingin melembutkan hatimu, maka berilah makan kepada orang miskin, dan usaplah kepala anak yatim.” (HR. Ahmad)
Tafsir Ayat 3
Alloh Subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَلَا يَحُضُّ عَلَىٰ طَعَامِ ٱلْمِسْكِينِ
“Dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin.” (QS. Al-Ma’un: 3)
Memberi makan untuk anak yatim dan miskin merupakan perintah Alloh Subhanahu wa ta’ala sebagaimana yang Alloh Subhanahu wa ta’ala firmankan tentangnya,
وَيُطْعِمُونَ الطَّعَامَ عَلَىٰ حُبِّهِ مِسْكِينًا وَيَتِيمًا وَأَسِيرًا
“Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan.” (QS. Al-Insan: 8)
Mengenai keutamaan memberi makan orang miskin, Rosululloh Sholallohu alihi wa sallam bersabda,
اَلسَّاعِيْ عَلَى اْلأَرْمَلَةِ وَالْـمِسْكِيْنِ كَالْـمُجَاهِدِ فِـيْ سَبِيْلِ اللهِ
“Orang yang membantu kebutuhan para janda dan orang-orang miskin kedudukannya seperti orang yang berjihad di jalan Alloh.” (HR. Al-Bukhori dan Muslim)
Dan dari sebagian sifat-sifat orang yang mendustakan agama adalah mereka yang tidak mendorong orang lain untuk memberi makan orang miskin yang tidak mempunyai kecukupan untuk memenuhi keperluan hidupnya sehari-hari. Yakni, dia tidak mendorong dirinya, keluarganya, dan orang lain untuk melakukan hal itu, karena mereka sangat kikir terhadap hartanya.
Ayat 3 surat Al-Ma’un ini menegaskan bahwa memberikan sedekah berupa makanan kepada orang miskin adalah anjuran yang sangat ditekankan. Jika tidak mampu memberi makanan, maka minimal kita menganjurkan, mengajak, memotivasi orang lain atau ikut andil dalam amal berbagi makanan ataupun pangan kepada orang-orang miskin. Tetapi, jika seseorang enggan ataupun menolak syari’at ini, maka Alloh Subhanahu wa ta’ala golongkan dia termasuk orang munafik, yaitu orang-orang yang mendustakan syari’at Alloh Subhanahu wa ta’ala.