Tafsir Surat An-Naas
Surat An-Naas diturunkan di Mekkah setelah surat Al-Falaq dan terdapat 6 ayat. Surat yang mulia ini mengandung permintaan perlindungan kepada Alloh Subhanahu wa ta’ala, Robb manusia, Sembahan mereka dan Penguasa mereka dari setan yang merupakan sumber keburukan, dimana diantara fitnah dan keburukannya adalah suka membisikkan kejahatan kedalam dada manusia, ia perbagus sesuatu yang buruk kepada manusia, dan memperburuk sesuatu yang sebenarnya baik, ia juga mendorong manusia mengerjakan keburukan dan melemahkan manusia mengerjakan kebaikan.
Maka manusia selayaknya meminta pertolongan dan perlindungan serta berpegangan pada pemeliharaan Alloh Subhanahu wa ta’ala, karena semua makhluk berada dibawah kekuasaan Alloh Subhanahu wa ta’ala.
Keutamaan Surat An-Naas
Surat An-Naas merupakan salah satu Al-Mu’awwidzataini. Yaitu dua surat yang mengandung permohonan dan perlindungan, yang satunya adalah surat Al-Falaq. Setelah turunnya dua surat ini, Rosululloh n mencukupkan keduanya sebagai wirid untuk membentengi dari pandangan jelek jin maupun manusia. Begitu juga disaat beliau shollallohu alaihi wa sallam dalam keadaan sakit, beliau meruqyah dirinya dengan membaca Al-Mu’awwidzat, yaitu dua surat ini dan surat Al-Ikhlash. Ketika sakitnya semakin parah, maka ‘Aisyah rodiyallohu anha yang membacakan ruqyah kepadanya dengan Al-Mu’awwidzat tersebut. Selain itu, disunnahkan juga untuk membacanya setiap selesai sholat, sebagaimana diriwayatkan dari ‘Uqbah bin ‘Amir rodiyallohu anhu, dari Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam, bahwa beliau shollallohu alaihi wa sallam bersabda,
اقْرَأُوا الْمُعَوِّذَاتِ فِيْ دُبُرِ كُلِّ صَلاَةٍ
“Bacalah Al-Mu’awwidzat setiap selesai sholat.” (HR. Abu Dawud, dishahihkan oleh Asy Syaikh Al-Albani rohimallohu ta’ala )
Al-Mu’awwidzat juga dijadikan dzikir di waktu pagi dan sore. Barang siapa yang membacanya sebanyak tiga kali diwaktu pagi dan sore, niscaya Alloh Subhanahu wa ta’ala akan mencukupinya dari segala sesuatu. (HR. Abu Dawud, An Nasa’i dan At-Tirmidzi)
Demikian pula disunnahkan membaca Al-Mu’awwidzat sebelum tidur, yaitu dengan cara membaca ketiga surat ini lalu meniupkan pada kedua telapak tangannya, kemudian diusapkan ke kepala, wajah dan seterusnya ke seluruh anggota badan, sebanyak tiga kali. (HR. Al-Bukhori)
Tafsir Ayat 1-3
Alloh Subhanahu wa ta’ala berfirman,
قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ* مَلِكِ النَّاسِ* إِلَهِ النَّاسِ
“Katakanlah: “Aku berlindung kepada Robb (yang memelihara dan menguasai) manusia. Raja manusia. Sembahan manusia.” (QS. An-Naas: 1-3)
Alloh Subhanahu wa ta’ala memerintahkan Nabi-Nya shollallohu alaihi wa sallam agar berkata kepada manusia: ‘Aku berlindung dan meminta pertolongan kepada Alloh Subhanahu wa ta’ala Zat yang memelihara dan menjaga seluruh manusia serta menciptakan dan mengatur seluruh perkara mereka. Dialah Zat yang mempunyai kepemilikan dan kekuasaan yang sempurna. Dia adalah Robb yang disembah seluruh manusia.’
Inilah tiga sifat bagi Alloh Subhanahu wa ta’ala; Ar-Rububiyyah, Al-Milkiyyah dan Al-Uluhiyyah. Sifat Ar-Rububiyyah didahulukan karena cocok untuk meminta pertolongan (isti’anah), sifat ini mengandung kenikmatan penjagaan dan pemeliharaan. Kemudian Alloh Subhanahu wa ta’ala menyebutkan sifat kepemilikan (milkiyyah) karena tidak ada yang bisa memberikan pertolongan kecuali dari pemiliknya. Setelah itu Alloh Subhanahu wa ta’ala menyebutkan sifat Uluhiyyah untuk menjelaskan bahwa Dialah Zat yang berhak untuk disyukuri dan disembah, bukan yang selain-Nya.
Tafsir Ayat ke-4
Firman Alloh Subhanahu wa ta’ala,
مِنْ شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ
“Dari kejahatan (bisikan) setan yang biasa bersembunyi.” (QS. An-Naas: 4)
kata الْوَسْوَاسِ dengan baris fathah pada huruf و pertama, yakni setan yang membisikkan, sedangkan kata الْوِسْوَاسِ dengan baris kasroh pada huruf و pertama adalah bisikan atau keraguan dalam hati. Adapun kata الْخَنَّاسِ adalah yang menghindar atau terlambat. Setan jika disebut nama Alloh Subhanahu wa ta’ala dia akan menghindar dan menjauh, dan jika nama Alloh Subhanahu wa ta’ala tidak disebutkan maka dia akan datang membisikkan dihati-hati manusia, setan membiskkan kejahatan ditelinga dan hati manusia agar mereka menjauh dari dzikir kepada Alloh Subhanahu wa ta’ala.
Setan disebut Khannas, karena ia menjauh dari hati manusia ketika manusia ingat kepada Alloh Subhanahu wa ta’ala dan meminta perlindungan kepada-Nya agar dihindarkan darinya. Sebaliknya, ketika manusia lupa mengingat Alloh Subhanahu wa ta’ala, maka setan akan mendatanginya dan membisikkan hatinya.
Oleh karena itu, sudah sepatutnya, manusia meminta pertolongan dan perlindungan kepada Alloh Subhanahu wa ta’ala yang mengurus dan mengatur manusia, dimana semua makhluk berada di bawah pengurusan-Nya dan kepemilikan-Nya, dan tidak ada satu pun makhluk kecuali Dia yang memegang ubun-ubunnya dan berkuasa terhadapnya.
Diriwayatkan oleh Al-Hafidz Abu Ya’la Al-Mushili dari Anas bin malik rodiyallohu anhu, ia berkata, Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الشَّيْطَانَ وَاضِعٌ خَطْمَهُ عَلَى قَلْبِ ابْنِ آدَمَ، فَإِنْ ذَكَرَ اللَّهَ خَنَسَ، وَإِنْ نَسِيَ الْتَقَمَ قَلْبَهُ فَذَلِكَ الْوَسْوَاسُ الْخَنَّاسُ
“Sesungguhnya setan meletakkan tali kekangnya pada hati anak Adam, jika anak Adam berdzikir kepada Alloh maka setan akan meninggalkannya, jika anak Adam lupa berdzikir kepada Alloh, maka setan akan menguasai hatinya, itulah yang disebut “Al-Waswaasul Khannaas” was-was yang bersembunyi.”
Tafsir Ayat ke-5
Firman Alloh Subhanahu wa ta’ala,
الَّذِي يُوَسْوِسُ فِي صُدُورِ النَّاسِ
“yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia.” (QS. An-Naas: 5)
Ayat ini menjadi penjelas bahwa tempat bisikan setan adalah hati manusia, dimana bisikan ini ada 2 macam yaitu:
Pertama; Bisikan setan dari golongan jin yang dimana mereka diciptakan tak terlihat dan berada dalam diri kita.
Kedua; Bisikan setan dari golongan manusia yang dimana mereka bisa menyaksikannya dan melihatnya dengan mata dan mendengarnya dengan telinga.
Alloh Subhanahu wa ta’ala telah memberikan kekuatan kepada setan untuk menguasai manusia, kecuali orang-orang yang telah Alloh Subhanahu wa ta’ala jaga darinya. Hal itu bertujuan sebagai ujian bagi manusia agar mereka bersungguh-sungguh dalam beribadah kepada Alloh Subhanahu wa ta’ala. Dalam hadits shohih, Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنْكُمْ أَحَدٍ إِلَّا وَقَدْ وُكِّلَ بِهِ قَرِينُهُ. قَالُوا: وَأَنْتَ يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ نَعَمْ إِلَّا أَنَّ اللهَ أَعَانَنِي عَلَيْهِ فَأَسْلَمَ، فَلَا يَأْمُرُنِي إِلَّا بِخَيْرٍ
“Tidaklah seorang pun dari kalian melainkan dikuasai pendamping dari kalangan jin.” Mereka bertanya: “Apakah engkau juga, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Aku juga termasuk, hanya saja Alloh membantuku mengalahkannya lalu ia masuk Islam. Ia hanya memerintahkan kebaikan padaku.” (HR. Muslim)
Tafsir Ayat ke-6
Firman Alloh Subhanahu wa ta’ala,
مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ
“dari (golongan) jin dan manusia.” (QS. An-Naas: 6)
Syeikh Ibnu Utsaimin rohimallohu ta’ala menjelaskan, ‘Adapun firman Alloh Subhanahu wa ta’ala yang artinya, “dari (golongan) jin dan manusia.” Sesungguhnya bisikan itu datangnya dari jin, dan bisa jadi datangnya dari manusia. Adapun bisikan jin, maka jelas sekali karena jin itu berjalan melalui peredaran darah anak Adam. Adapun bisikan manusia, maka alangkah banyaknya mereka yang mendatangi manusia lain, lalu mempengaruhi mereka dengan pengaruh yang dihiasi keindahan lalu disusupkan ke dalam hati mereka sehingga mengikuti apa yang disampaikan, hingga akhirnya orang itu mengikuti apa yang mereka bisikkan.’ (Tafsir Juz ‘Amma)
Alloh Subhanahu wa ta’ala berfirman yang artinya, “Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah untuk menipu (manusia). Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan.” (QS Al-An’am: 112)