yashiruna.official@gmail.com

Menebar Sunnah Menuai Berkah

Sungguh, karunia Alloh Subhanahu Wa Ta’ala sangat luas bagi umat Islam ini, di mana Alloh Subhanahu Wa Ta’ala tidak membebani kita dengan sesuatu yang kita tidak mampu melaksanakannya, atau menjadikan kita dalam kesulitan. Bahkan, Alloh Subhanahu Wa Ta’ala hanya akan menghukum perbuatan dosa yang disengaja dari seorang Muslim. Berbeda dengan umat sebelumnya, di mana jika mereka melakukan suatu kesalahan karena lupa atau kekeliruan, maka Alloh Subhanahu Wa Ta’ala akan tetap memberikan siksa-Nya; seperti yang telah terjadi pada Bani Israil.

Alloh Subhanahu Wa Ta’ala mengajarkan kepada kita sebuah doa yang semestinya kita panjatkan dalam setiap doa kita, karena doa tersebut Alloh Subhanahu Wa Ta’ala kabulkan. Dalam hadits Ibnu ‘Abbas Radhiyallohu ‘anhu, ketika turun firman Alloh Subhanahu Wa Ta’ala,

لاَ يُكَلِّفُ اللهُ نَفْسًا إِلاَّ وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا

“Alloh tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): “Ya Robb kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah.” (QS. Al-Baqoroh: 286). Lalu Alloh Subhanahu Wa Ta’ala menjawab, aku telah mengabulkannya.” (HR. Muslim)

Kesalahan-kesalahan yang Alloh Subhanahu Wa Ta’ala Ampuni

Dari Ibnu Abbas Rodhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rosululloh Sholallohu ‘alaihi wa sallaam bersabda,

إِنَّ اللهَ تَجَاوَزَ لِي عَنْ أُمَّتِي الخَطَأَ وَالنِّسْيَانَ وَمَا اسْتُكْرِهُوا عَلَيْهِ

“Sesungguhnya Alloh memaafkan umatku ketika ia tidak sengaja, lupa, dan dipaksa.” (Hadits hasan, HR. Ibnu Majah, Al-Baihaqi, dan selainnya)

Kata تَجَاوَزَ maknanya adalah “rafa’a,” yakni mengangkat dan menghilangkan. Hadits ini menunjukkan keluasan kasih sayang Alloh Subhanahu Wa Ta’ala dan ampunan-Nya terhadap hamba-hambaNya. Subhanalloh! Coba kita bayangkan, disatu sisi manusia adalah tempatnya salah dan lupa, semua manusia pernah berbuat salah bahkan disetiap harinya, namun di sisi lain ampunan dan maaf-Nya seluas langit dan bumi.

Dalam hadits ini ada tiga hal yang membuat kesalahan manusia tidak dianggap salah, yaitu:

Pertama; Kesalahan yang dilakukan karena tidak sengaja

Kata الخطأ maknanya adalah “kesalahan,” yakni menghilangkan kesalahan yang tidak dikehendaki untuk melakukannya. Kesalahan karena tidak sengaja, yaitu kesalahan yang dilakukan tidak dibarengi kehendak, niat, kemauan, dan maksud untuk melakukannya.

Misalnya, seseorang bermaksud membidik binatang buruan, atau membidik musuhnya dari orang-orang kafir dalam sebuah peperangan, namun mengenai seorang muslim atau mengenai orang yang terlindungi darahnya. Dalam kondisi ini, maka ia tidak dibebani dosa, akan tetapi diwajibkan membayar kafarot. Alloh Subhanahu Wa Ta’ala befirman yang artinya, “Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan barang siapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. Jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman. Barang siapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan taubat dari pada Alloh. Dan adalah Alloh Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. An-Nisa: 92)

Kedua; Kesalahan yang dilakukan karena lupa

Kata النِّسْيَانُ maknanya adalah “kelupaan,” yang merupakan lawan kata dari Adz-Zikru (ingat) dan Al-Hifzhu (hapal). Kesalahan yang dilakukan karena lupa, juga tidak dianggap sebagai kesalahan dan dosa dalam syariat, seperti makan ketika berpuasa, meninggalkan satu sunnah dalam shalat, dan sebagainya.

Dari Anas bin Malik Rodhyiyallohu ‘anhu dari Nabi Sholallohu ‘alaihi wa Sallaam, beliau bersabda,

مَنْ نَسِيَ صَلَاةً فَلْيُصَلِّ إِذَا ذَكَرَهَا لَا كَفَّارَةَ لَهَا إِلَّا ذَلِكَ

“Barang siapa yang lupa suatu sholat hendaknya dia melakukannya ketika mengingatnya, tidak ada kaffarot (tebusan) kecuali hanya itu.” (HR. Al-Bukhori dan Muslim)

Hadits ini menjelaskan kepada kita bahwa orang yang mengakhirkan sholat dari waktunya karena ada udzur dan tidak ada kesengajaan seperti karena tertidur atau lupa maka dia tidak berdosa. Namun dia dituntut untuk mengqodho (membayar dengan mengerjakannya) seketika ia terbangun dari tidurnya atau ketika ia ingat.

Contoh lain adalah tentang orang yang berpuasa, sebagaimana diriwayatkan dari Abu Huroiroh Rodhiyallohu ‘anhu, ia berkata, Rosululloh Sholallohu “alaihi wa sallaam bersabda,

مَنْ نَسِيَ وَهُوَ صَائِمٌ، فَأَكَلَ أَوْ شَرِبَ، فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ، فَإِنَّمَا أَطْعَمَهُ اَللهُ وَسَقَاهُ

“Barang siapa yang lupa makan dan minum padahal dia sedang berpuasa, maka hendaknya dia lanjutkan puasanya itu. Sesungguhnya dia telah diberikan makan dan minum oleh Alloh.” (HR. Muslim)

Ketiga; Kesalahan yang dilakukan karena terpaksa atau dipaksa melakukannya

Kata وَمَا اسْتُكْرِهُ عَلَيْهِ maknanya adalah “dan terpaksa melakukannya,” yakni kesalahan yang dilakukan karena terpaksa dan dibawah tekanan, atau dipaksa untuk melakukannya, ini juga tidak dianggap sebagai kesalahan. Seperti terpaksa mengaku kafir untuk menyelamatkan diri, namun dihatinya masih tenang dengan keimanannya kepada Islam, terpaksa memakan daging haram atau meminum khomr, karena tidak ada pilihan lain dan saat itu nyawanya terancam, dan semisalnya.

Seseorang dipaksa atau terpaksa untuk menyatakan kekafiran, kalau tidak mengucapkan maka dia akan dibunuh, maka demi menyelamatkan nyawanya, dia lakukan hal itu, namun di hati tetap tenang dalam keimanan, maka ini dibolehkan sebagaimana yang dilakukan oleh sahabat nabi, Amr bin Yasir Rodhiyallohu ‘anhu. Alloh Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,

مَن كَفَرَ بِاللهِ مِن بَعْدِ إيمَانِهِ إِلاَّ مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِالإِيمَانِ وَلَكِن مَّن شَرَحَ بِالْكُفْرِ صَدْرًا فَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ مِّنَ اللهِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ

“Barang siapa yang kafir kepada Alloh sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Alloh), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Alloh menimpanya dan baginya azab yang besar.” (QS. An-Nahl: 106)

Pemaksaan atas ucapan juga berlaku pada akad nikah, jual beli, dan pembatalan seperti pemaksaan atas cerai, rujuk, sumpah dan nadzar. Nabi Sholallohu ‘alaihi wa sallaam bersabda,

لَاطَلَاقَ وَلَاعِتَاقَ فِى إِغْلاقٍ

“Tidak ada perceraian dan pemerdekaan budak dalam keadaan dipaksa.” (HR. Abu Daud)

Begitu juga seseorang yang terpaksa makan yang haram karena terdesak dan sangat darurat, hal ini boleh dilakukan untuk menyelamatkan nyawanya. Alloh Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,

إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ ٱلْمَيْتَةَ وَٱلدَّمَ وَلَحْمَ ٱلْخِنزِيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ ٱللهِۖ فَمَنِ ٱضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَلاَ إِثْمَ عَلَيْهِ ۚ إِنَّ ٱللهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

“Sesungguhnya Alloh hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Alloh. Tetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Alloh Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqoroh: 173)

Dengan kita merenungi dan memperhatikan keagungan karunia Alloh Subhanahu Wa Ta’ala atas umat ini, maka hal ini akan menambah kecintaan kita kepada Alloh Subhanahu Wa Ta’ala dengan lebih mendahulukan kecintaan pada Alloh Subhanahu Wa Ta’ala dan Rosul-Nya daripada kecintaan pada dirinya sendiri ketika dia dikuasai hawa nafsunya. Karena, kecintaan yang benar dan jujur kepada Alloh Subhanahu Wa Ta’ala akan melahirkan bukti-bukti dan berbuah amal sholeh berupa ketaatan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala serta mendorong kita untuk selalu mendekatkan diri kepada-Nya. Itulah yang seharusnya dicari setiap hamba dalam setiap detak jantung dan setiap nafasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *