yashiruna.official@gmail.com

Menebar Sunnah Menuai Berkah

Tih Bani Israel

(Berputar-putarnya Bani Israel Kebingungan Mencari Jalan bagian 01)

Kisah ini terdapat dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 20-26. Kisah ini terjadi setelah Bani Israel menyeberang lautan dan dihancurkannya patung anak sapi dari emas yang disembah oleh sebagian besar mereka. Kemudian, Bani Israil dibawa oleh Nabi Musa q menuju Tanah Air mereka yang telah dijanjikan oleh Alloh l untuk mereka, yaitu Palestina.

Nikmat Alloh l kepada Bani Israel

Nabi Musa q mengingatkan Bani Israel akan sebagian nikmat Alloh l atas mereka. Alloh l berfirman yang artinya, “Hai kaumku, ingatlah nikmat Alloh atasmu ketika Dia mengangkat nabi-nabi diantaramu dan dijadikan-Nya kamu orang-orang merdeka, dan diberikan-Nya kepadamu apa yang belum pernah diberikan-Nya kepada seorangpun diantara umat-umat yang lain.” (Al-Maidah: 20)

Diantara nikmat Alloh l yang disebutkan dalam ayat ini adalah: bahwa Alloh l mengangkat nabi-nabi diantara mereka. Keberadaan para nabi di tengah-tengah mereka merupakan salah satu bukti nikmat Alloh l atas mereka karena para nabi itu menunjukkan kepada mereka jalan kepada kebaikan, mengendalikan mereka dengan kebenaran dan memimpin mereka menuju kebahagiaan.

Yang kedua adalah: dijadikan-Nya mereka raja-raja (orang-orang yang merdeka). Ini bukan berarti bahwa mereka semua menjadi raja karena tidak masuk akal jika setiap orang dari mereka menjadi raja. Karena itu, makna firman Alloh l tersebut adalah: kamu sekalian memiliki kapabilitas dan kemampuan untuk menjadi raja bila kalian memiliki momentum yang tepat untuk itu.

Alloh l juga memberikan kepada Bani Israel kenikmatan yang belum pernah diberikan seorang pun diantara umat-umat lain, yaitu kemantapan hidup dan kemenangan. Alloh l telah menyelamatkan mereka dari Fir’aun dan bala tentaranya, serta menghancurkan musuh-musuh mereka yang kafir. Alloh l juga telah menyelamatkan Bani Israel dari Fir’aun dan mengeluarkan mereka dari Gurun Sinai di bawah pimpinan Musa q dan memberikan kepada mereka nikmat yang besar di gurun Sinai yaitu memancarnya 12 mata air dari batu untuk mereka sebagai nikmat dari Alloh l, menaungi mereka dengan awan putih dan menjadikan makanan mereka manna (tumbu-han sejenis herba atau cendawan) dan salwa (makanan manis sejenis madu).

Alloh l telah mengutamakan Bani Israel di atas umat-umat lain bukanlah karena ras dan asal-usul mereka, tetapi karena akidah dan keimanan mereka. Mereka yang dilebihkan Alloh l itu adalah orang-orang Mukmin yang berada di tengah-tengah kaum kafir. Wajarlah bila Alloh l mengutamakan orang-orang Mukmin atas orang-orang kafir dan memberikan mereka kenikmatan yang belum pernah diberikan kepada seorang pun dari orang-orang kafir.

Sesudah periode itu, Alloh l menghilangkan keutamaan dari orang-orang Yahudi setelah mereka menjadi kafir, sombong, durhaka dan merusak, yaitu dengan mengutus nabi Muhammad n dan menjadikan Islam sebagai agama universal di muka bumi ini, dan umat Islam menjadi umat terbaik yang dilahirkan untuk membebaskan seluruh umat manusia.

Tanah Suci yang Ditetapkan Alloh l untuk Bani Israel

Alloh l berfirman yang artinya, “Hai kaumku, masuklah ke Tanah Suci (Palestina) yang telah ditentukan Alloh bagimu dan janganlah kamu lari ke belakang (karena kamu takut kepada musuh), maka kamu menjadi orang-orang yang merugi.” (Al-Maidah: 21)

Musa q meminta mereka untuk memasuki Tanah Suci Palestina dan mengatakan kepada mereka bahwa Alloh l akan memberikan pertolongan dalam menghadapi musuh, yaitu orang-orang kafir yang juga berada di negeri tersebut, dan mereka tidak lain harus berjihad (berjuang) di jalan Alloh l.

Orang-orang Yahudi menganggap bahwa hak mereka atas tanah suci Palestina adalah hak abadi sampai hari kiamat. Ketika mereka menuntut hak atas tanah Palestina, maka hal itu menurut mereka adalah menuntut hak yang telah Alloh l tetapkan untuk mereka. Ketika mereka kembali ke Palestina, mereka beranggapan kembali ke tanah yang telah Alloh l tetapkan untuk mereka; dan kembalinya mereka hari ini ke Palestina, pendudukan mereka di negeri Palestina, pendirian negara Israel di sana dan mereka mengusir penduduknya dari negeri tersebut, semua ini menurut mereka bukan merupakan suatu agresi, kezaliman maupun kebatilan, melainkan untuk merealisasikan janji Alloh l yang telah diputuskan untuk mereka.

Mereka berusaha meyakinkan dunia akan isu janji Alloh l ini dengan menyitir ayat tersebut di atas. Mereka mengatakan bahwa Al-Qur’an yang menetapkan ini dan sekarang mereka kembali kepada negeri yang dijanjikan Al-Qur’an, lalu mereka mengatakan, “Mengapa orang-orang Arab, kaum Muslim dan orang lain memprotes kembalinya kami ke tanah yang telah ditetapkan Al-Qur’an bagi kami?”

Sebagian orang mempercayai propaganda Yahudi ini dan sebagiannya lagi tertipu oleh distorsi dan manipulasi kebenaran ini.

Palestina memang tanah suci yang diberkati dan memang telah ditetapkan untuk Bani Israel. Akan tetapi, siapakah mereka Bani Israel yang dijanjikan tanah suci Ini oleh Alloh l? Apakah janji itu berke-lanjutan dan abadi selamanya? Apakah tanah itu juga untuk semua orang Yahudi sampai hari kiamat?

Sesungguhnya orang-orang yang ditetapkan Alloh l untuk menempati tanah suci adalah orang-orang Bani Israel yang beriman kepada Musa q yang hijrah bersamanya dari Mesir dan mereka adalah orang-orang Mukmin keturunan Bani Israel yang datang setelah Musa q yang beriman kepada Musa, Daud dan Sulaiman r dan mengikuti ajarannya. Alloh l telah menetapkan tanah suci Palestina itu karena keimanan mereka.

Setelah itu, orang-orang Yahudi berubah dan mereka mendustakan Rosululloh n, mereka kafir terhadap agama Islam yang dibawa Rosululloh n. Karena itu, mereka dikategorikan sebagai orang-orang kafir, zalim dan melampaui batas. Secara otomatis, mereka kehilangan semua hak mereka atas tanah suci karena Alloh l telah mencabutnya dari mereka dan menjadikannya untuk hamba-hambaNya yang saleh dan beriman. Ini sesuai dengan sunnatullah yang tidak berubah, yaitu ketentuan Alloh l dalam pewarisan bumi hanya bagi hamba-hambaNya yang saleh.

Orang-orang Gagah Perkasa yang ada di Palestina

Ketika Musa q meminta Bani Israel memasuki tanah suci dan menjamin mereka mendapatkan kemenangan atas musuh-musuh mereka, ternyata orang-orang Yahudi itu berwatak penakut dan hina diri, dan tidak mengetahui kiat untuk berani dan perwira menghadapi musuh. Karena itu, mereka menolak perintah Musa q. Alloh l berfirman yang artinya, “Mereka berkata, ‘Hai Musa, sesungguhnya di dalam negeri itu ada orang-orang yang gagah perkasa; sesungguhnya kami sekali-kali tidak memasukinya sebelum mereka keluar darinya. Jika mereka keluar darinya pasti kami akan memasukinya.” (Al-Maidah: 22)

Inilah pandangan dan gambaran orang-orang Yahudi pengecut untuk mendapatkan kemenangan dan pertolongan. Alloh l telah menjanjikan untuk menempati tanah suci, tetapi mereka hanya menginginkannya tanpa peperangan. Mereka memilih untuk menunggu penduduknya keluar, untuk selanjutnya mereka tinggal menggantikannya.

Ini adalah jalan pikiran setiap orang pemalas, pengecut dan rendah diri. Bukan seperti itu cara menghadapi orang-orang kafir di negeri-negeri untuk dibebaskan. Kita tidak pernah mendapati suatu kaum pun yang mendapatkan kemenangan, lalu dengan sukarela mereka melepaskan kemenangannya dan meninggalkan tanah yang mereka taklukkan.

Keberanian dan Taktik Dua Orang Laki-Laki dari Mereka

Ketika orang-orang pengecut dan penakut dari Bani Israel menolak untuk memasuki tanah suci dengan perang jihad dan hanya mau duduk berpangku tangan menunggu penduduknya keluar secara sukarela, serta merta tampillah dari kalangan Yahudi tersebut 2 orang laki-laki yang telah Alloh l anugerahi keberanian dan kekuatan, dan kedua orang itu heran terhadap sikap kaumnya yang pengecut itu.

Kedua orang pemberani itu lalu menyusun taktik dan strategi perang dan kemenagan kepada mereka, yaitu dengan mengatakan kepada mereka. Alloh l berfirman yang artinya, “Berkatalah dua diantara mereka yang keduanya takut kepada Alloh yang Alloh telah memberi nikmat atas keduanya kepada mereka, ‘Serbulah mereka dengan memalui pintu gerbang (kota) itu, maka bila kamu memasukinya niscaya kamu akan menang. Dan hanya kepada Alloh hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman.” (Al-Maidah: 23)

Ayat ini juga mengisyaratkan sebuah teori jihad yang penting, yaitu teori peperangan ofensif (menyerang) yang telah ditetapkan oleh para pakar militer sebagai strategi paling efektif untuk meraih kemenangan. Siapapun yang ingin mendapatkan kemanangan dalam peperangan, maka ia harus memulainya dengan menyerang dan menyerbu musuhnya di negeri mereka, menerobos masuk ke basis pertahanannya.

Dalam konteks ini, Alloh l telah menyifati mereka dengan ‘rajulaan’ laki-laki jantan, yang memberikan hikmah besar, yaitu mereka berdua adalah dua orang jantan dan perwira yang berada di tengah-tengah komunitas yang tidak memiliki kejantanan dan keperwiraan. Terdapat perbedaan antara laki-laki ‘dzakar’, yang berarti kebalikan dari wanita ‘untsa’ dan kejantanan ‘rajul’ yang mengandung makna kekuatan, keberanian dan harga diri (kemuliaan), maka setiap yang jantan itu laki-laki dan tidak setiap laki-laki itu jantan.

Diringkas dari kitab Ma’a Qoshosi As-Sabiqin fil Qur’an, Shalah Abdul Fattah Al-Khalidi hal. 199 – 255

Bersambung in syaa Alloh

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *