Sholat berjamaah di masjid merupakan salah satu amal yang mulia. Agar ibadah ini semakin sempurna, ada beberapa adab dan petunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang tidak boleh diabaikan. Berikut di antara beberapa adab yang perlu diperhatikan seorang muslim ketika hendak melakukan sholat berjamaah di masjid:
1. Raihlah Shaf yang Utama
Diantara kesempurnaan sholat berjamaah adalah menempati shaf yang utama. Bagi laki-laki yang paling depan, adapun bagi wanita yang paling belakang. Dari Abu Huroiroh Radhiyallahu ‘anhu ia berkata, Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
خَيْرُ صُفُوفِ الرِّجَالِ أَوَّلُهَا وَشَرُّهَا آخِرُهَا وَخَيْرُ صُفُوفِ النِّسَاءِ آخِرُهَا وَشَرُّهَا أَوَّلُهَا
“Sebaik-baik shaf laki-laki adalah yang pertama dan seburuk-buruknya adalah yang terakhir. Sebaik-baik shaf wanita adalah yang terakhir dan seburuk-buruknya adalah yang pertama.” (HR. Muslim)
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah bersabda, “Seandainya mereka mengetahui keutamaan (pahala) yang diperoleh dalam shaf yang pertama, niscaya mereka akan mengundi untuk mendapatkannya.” (HR. Al-Bukhori dan Muslim)
2. Merapikan Barisan Sholat
Perkara yang harus diperhatikan dengan serius dan tidak boleh diremehkan adalah permasalahan lurus dan rapatnya shaf (barisan dalam sholat). Masih banyak kita dapati di sebagian masjid, barisan shaf yang tidak rapat dan lurus. Diriwayatkan dari Abu Abdillah Nu’man bin Basyir Radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, aku mendengar Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَتُسَوُّنَّ سُفُوْفَكُمْ أَوْ لَيُخَالِفَنَّ اللهُ بَيْنَ وُجُوْهِكُمْ
“Hendaknya kalian bersungguh-sungguh meluruskan shaf-shaf kalian atau Alloh sungguh-sungguh akan memperselisihkan di antara wajah-wajah kalian.” (HR. Al-Bukhori dan Muslim)
Hendaknya Imam memberi perintah untuk meluruskan shaf. Anas Radhiyallahu ‘anhu berkata, Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
سَوُّوا صُفُوفَكُمْ ؛ فَإنَّ تَسْوِيَةَ الصَّفِّ مِنْ تَمَامِ الصَّلاَةِ
“Luruskanlah shaf-shaf kalian, karena lurusnya shaf termasuk kesempurnaan sholat.” (Muttafaqun ‘alaih)
Wajib pula atas orang yang sholat berjamaah untuk menyambung shaf dan menutup celah-celah. Janganlah ia membiarkan celah yang terbuka antara ia dengan orang yang ada di sampingnya di dalam sholat. Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang menyambung shaf maka Alloh menyambung hubungan dengannya, sedangkan barang siapa yang memutus Shaf maka Alloh memutus hubungan dengannya.” (HR. An-Nasai, Hakim dan selainnya)
Hendaknya shaf-shaf itu dekat satu sama lain, yaitu dengan kadar yang cukup bagi orang yang sholat untuk sujud tanpa mengganggu orang yang berada di samping atau dibelakangnya. Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
رُصُّوا صُفُوْفَكُمْ، وَقَارِبُوْا بَيْنَهَا، وَحَاذُوْا بِالْأَعْنَاقِ
“Rapatkanlah shaf-shaf kalian dan dekatkanlah antara shaf-shaf itu serta ratakanlah posisi pundak-pundak kalian.” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan An-Nasai)
Kedekatan shaf-shaf ini menjadi bukti keagungan Islam, juga akan memperkuat ikatan diantara kaum muslimin.
3. Mendahulukan Orang yang Berhak Menjadi Imam
Diriwayatkan dari Abu Mas’ud Al-Anshori Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Yang menjadi imam dari suatu kaum adalah orang yang paling banyak hafalan terhadap Kitab Alloh (Al-Qur’an), jika diantara mereka ada yang memiliki hafalan sama maka yang menjadi imam mereka adalah orang yang paling paham tentang sunnah Nabi (hadits) jika diantara mereka masih sama maka yang paling dahulu hijroh jika mereka dalam masalah hijroh sama maka yang lebih dahulu masuk islam. Janganlah seorang laki-laki menjadi imam seorang lelaki yang lain yang merupakan sulthonnya dalam daerah kekuasaan sulthon tersebut dan tidak pula di rumah orang yang di datanginya sebagai bentuk pemulian baginya kecuali atas izin orang tersebut.” (HR. Muslim)
4. Mendahulukan ahlul ahlam wan nuha (orang yang berakal baligh dan berilmu) untuk berada di belakang imam
Hal ini sebagaimana sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لِيَلِنِي مِنْكُمْ أُولُو الْأَحْلَامِ وَالنُّهَى ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثَلَاثًا وَإِيَّاكُمْ وَهَيْشَاتِ الْأَسْوَاقِ
“Hendaknya (yang) berada di dekatku (di belakangku) dari kalian adalah orang yang berakal dan berilmu. Kemudian diikuti orang-orang berikutnya (tiga kali). Dan jauhilah (suara) keributan pasar-pasar.” (HR. Muslim)
Imam An-Nawawi Rahimahullah menyatakan, dalam hadits ini terdapat perintah, yakni mendahulukan yang paling utama lalu di bawahnya, untuk yang berada di belakang imam, karena ia lebih pantas dimuliakan. Dan terkadang imam membutuhkan pengganti, sehingga ia lebih berhak. Juga karena ia akan dapat memperingatkan imam, kalau imam lupa ketika selainnya tidak mengetahuinya. Juga untuk menerapkan dengan baik tata cara sholat, menjaganya dan menukilkannya, serta mengajari tata cara tersebut sehingga orang yang berada di belakangnya mencontoh perbuatannya. (Syarh Shohih Muslim, 4/155)
5. Wajib Mengikuti Imam Dalam Sholat Berjamaah
Imam dijadikan sebagai pemimpin dan wajib diikuti dalam sholat, sebagaimana dijelaskan dalam hadits Abu Huroiroh Radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwasanya beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya imam hanya untuk diikuti, maka janganlah menyelisihnya. Apabila ia ruku’, maka ruku’lah. Dan bila ia mengatakan ‘sami’allohu liman hamidah’, maka katakanlah, ’Rabbana walakal hamdu’. Apabila ia sujud, maka sujudlah. Dan bila ia sholat dengan duduk, maka sholatlah dengan duduk semuanya.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Dengan diwajibkannya mengikuti imam ini, Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan orang yang tertinggal sebagian sholatnya (masbuq) untuk memulai dan mengikuti imam dalam semua keadaan. Sebagaimana disampaikan Ali bin Abi Tholib dan Mu’adz bin Jabal Radhiyallahu ‘anhuma, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا أَتَى أَحَدُكُمْ الصَّلَاةَ وَالْإِمَامُ عَلَى حَالٍ فَلْيَصْنَعْ كَمَا يَصْنَعُ الْإِمَامُ
”Apabila salah seorang dari kalian mendapatkan sholat dan imam sedang dalam suatu keadaan, maka hendaklah ia berbuat seperti imam berbuat.” (HR At-Tirmidzi dan dishohihkan Al-Albani dalam Shohih Sunan At-Tirmidzi)
Dari hadits ini bisa kita fahami bahwa apabila seorang yang masbuq datang dan imam dalam keadaan sujud, maka hendaknya ia sujud dan ia tidak dianggap mendapat satu raka’at (bersama imam) apabila ia tidak mendapatkan ruku’ bersama imam.
6. Jangan Mendahului Gerakan Imam
Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan ancaman keras bagi seseorang yang mendahului imam, seperti disebutkan dalam hadits berikut,
أَمَا يَخْشَى الَّذِي يَرْفَعُ رَأْسَهُ قَبْلَ الْإِمَامِ أَنْ يُحَوِّلَ اللَّهُ رَأْسَهُ رَأْسَ حِمَارٍ
“Tidakkah orang yang mengangkat kepalanya sebelum imam takut jika Alloh akan mengubah kepalanya menjadi kepala keledai?“ (HR Al-Bukhori)
7. Mengucapkan ‘Amin’ Setelah Imam Selasai Membaca Al-Fatihah
Ta’min (mengucapkan Amin) akan mendatangkan ampunan bagi pelakunya. Sebagaimana kata Amin ini juga bermakna permohonan sungguh-sungguh agar Alloh Subhanahu wa Ta’ala mengabulkan seluruh doa-doa mereka di akhir surat Al-Fatihah. Disamping itu, agar Alloh Subhanahu wa Ta’ala menerima semua permohonan dan permintaan mereka.
8. Imam Meringankan Sholatnya
Hendaknya seorang imam tidak memperpanjang sholatnya supaya tidak memberatkan makmum atau membuat mereka terganggu. Dari Abu Huroiroh Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا أَمَّ أَحَدُكُمْ النَّاسَ فَلْيُخَفِّفْ فَإِنَّ فِيهِمْ الصَّغِيرَ وَالْكَبِيرَ وَالضَّعِيفَ وَالْمَرِيضَ فَإِذَا صَلَّى وَحْدَهُ فَلْيُصَلِّ كَيْفَ شَاءَ
“Jika diantara kamu sholat mengimami manusia, maka hendaklah meringkas, karena di antara mereka ada yang lemah, orang sakit, dan orang tua. Akan tetapi, jika sholat sendirian, maka hendaklah memanjangkan semuanya.” (HR. Al-Bukhori)
Dalam riwayat lain, dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Sesungguhnya aku memulai sholat, dan aku ingin memanjangkan bacaannya, lalu aku mendengar tangisan anak kecil, lalu aku meringkas sholatku sebab aku mengetahui kekhawatiran ibunya mendengar tangisan anaknya.” (HR. Al-Bukhori dan Muslim)
Makna meringankan disini bukan berarti sholat dengan terburu-buru sehingga tidak khusyu sholatnya dan meninggalkan tuma’ninah. Namun, siapa yang meringankan sholat, hendaknya ia mengerjakannya seperti yang dilakukan oleh Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam, berapa lama kadar sholat Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam disetiap sholat fardhunya. Karena itulah, Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Tidak pernah aku sholat di belakang imam yang lebih ringan dan lebih sempurna sholat nya daripada Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Al-Bukhori dan Muslim)
9. Imam Menghadap Makmum Setelah Salam
Menghadap makmum setelah salam merupakan petunjuk Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bahwasanya setelah salam beliau berpaling menghadapkan wajahnya ke arah makmum. Samurah Radhiyallahu ‘anhu berkata, “Sesungguhnya apabila Rosululloh n selesai mengerjakan sholat, beliau menghadapkan wajahnya ke arah kami.” (Al-Bukhori dan Muslim)
Demikianlah seharusnya para Imam melakukannya. Dibolehkan baginya untuk menghadapkan wajahnya ke arah makmum dengan berputar ke arah kanan atau kiri.