Ibadah عبادة secara bahasa berasal dari bentuk dasar (isim masdar) dari kata عبد-يعبد yang secara bahasa artinya الخضوع (merendahkan diri) dan التذلل (ketundukan).
Adapun ibadah secara istilah adalah apa yang telah dipaparkan oleh Syeikhul Islam Rohimallohu Ta’ala beliau berkata,
هِيَ اِسْمٌ جَامِع لِكُلِّ مَا يُحِبُّهُ اللهُ وَ يَرْضَاهُ مِنَ الاَ قْوَالِ وَاْلَافْعَالِ الظَّاهِرَةِ وَالْبَاطِنَةِ
Ibadah adalah segala sesuatu yang mencakup seluruh perkara yang dicintai dan diridhoi oleh Alloh berupa perkataan dan perbuatan, yang lahir maupun yang bathin. (Risalah Al-Ubudiyah, hal.2)
Dari pengertian tersebut, menunjukkan bahwa cakupan ibadah sangatlah luas, tidak hanya terbatas pada hubungan kita dengan Allohlsaja, namun hubungan kita dengan sesama makhluk Alloh lbisa juga bernilai ibadah dan mendapatkan pahala.
Jenis Ibadah Ibadah dalam Islam terbagi menjadi 2 jenis, yaitu:
1. Ibadah Mahdhoh, yaitu perbuatan dan perkataan yang merupakan murni ibadah pada asal pensyariatannya, yang memiliki syarat, rukun dan tata cara tertentu. Dan ibadah ini wajib dikerjakan dengan ikhlas karena mengharapkan ridho Alloh ٍSubhanahu wa Ta’ala semata . Ibadah Mahdhoh terdiri dari:
a. Ibadah hati (keyakinan), seperti mengimani seluruh rukun iman, ikhlas, tawakkal, sabar dan lain sebagainya.
b. Ibadah lisan (perkataan), seperti mengucapkan kalimat tauhid, membaca Al-Qur’an, berdzikir, menyampaikan nasehat dan lain sebagainya.
c. Ibadah badan (perbuatan), seperti sholat, puasa, haji, jihad dan lain sebagainya.
d. Ibadah harta, seperti zakat, sedekah, wakaf, kurban dan lain sebagainya.
Ibadah Ghoiru mahdhoh, yaitu perbuatan dan perkataan yang bukan merupakan ibadah pada asal pensyariatannya, akan tetapi menjadi sebuah ibadah disebabkan adanya niat yang ikhlas di dalam mengerjakannya karena Allohldan mengharap pahala. Ibadah Ghoiru Mahdhoh terdiri dari:
a. Perkara wajib dan sunnah yang asalnya bukan ibadah, seperti mencari nafkah untuk dirinya sendiri dan keluarganya, berbakti kepada kedua orang tua, menikah, memuliakan tamu dan lain sebagainya.
b. Meninggalkan yang haram karena mengharap wajah Allohl, seperti meninggalkan riba, meninggalkan perbuatan zina, meninggalkan khamr dan lain sebagainya.
c. Mengerjakan perkara yang mubah dengan mengharap wajah Allohl, seperti makan, minum, tidur, jual beli dan lain sebagainya.
Syarat Diterimanya Ibadah Syarat pertama: Ikhlas, yaitu beribadah kepada Allohldengan tujuan hanya mengharap ridho-Nyalsemata. Allohlberfirman,
وَمَآ أُمِرُوٓا۟ إِلَّا لِيَعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ حُنَفَآءَ وَيُقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤْتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ ۚ وَذَٰلِكَ دِينُ ٱلْقَيِّمَةِ
Padahal mereka itu tidaklah disuruh kecuali supaya menyembah Alloh dengan memurnikan ketaatan kepadaNya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan sholat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS Al-Bayyinah : 5)
Berdasarkan syarat ini, maka jika ada seorang Muslim dalam mengerjakan ibadah ia berniat untuk tujuan selain Allohl, contohnya seperti seseorang yang beribadah untuk tujuan mendapatkan pujian dari manusia, atau untuk mendapatkan keuntungan duniawi semata, atau karena takut kepada atasannya, atau hanya karena sekedar ikut-ikutan saja tanpa didasari keikhlasan, maka ibadah tersebut tidak akan diterima dan tidak akan mendapatkan pahala dari sisi Allohl.
Syarat kedua: Mutaba’ah, yaitu beribadah kepada Allohlsesuai dengan ketentuan yang sudah ditetapkan di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah berdasarkan waktu pelaksanaannya, sifatnya, dan tata caranya dengan tidak menambah ataupun menguranginya, baik dari sisi ucapan maupun perbuatan yang tidak ada dari keduanya (Al-Qur’an dan As-Sunnah). Rosululloh n bersabda,
مَنْ أحْدَثَ فِى أمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barang siapa membuat suatu perkara baru dalam urusan kami ini (urusan agama) yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam riwayat yang lain, beliau n bersabda,
مَنْ عَمِلَ عَمَلً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُناَ فَهُوَ رَدٌّ
“Barang siapa melakukan suatu amalan yang bukan berasal dari kami, maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim)
Rukun Ibadah Dalam beribadah kepada kepada Allohl, seorang Muslim harus ada dalam dirinya tiga hal yaitu: Mahabbah (rasa cinta), Khouf (rasa takut) dan Roja’ (harapan) kepada Allohl. Maka, seorang Muslim beribadah kepada Allohlkarena kecintaan kepada-Nya, takut terhadap siksa-Nya, dan mengharapkan pahala dari-Nya. Dalil tentang Mahabbah (rasa cinta) adalah firman Allohl,
وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يَتَّخِذُ مِن دُونِ ٱللَّهِ أَندَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ ٱللَّهِ ۖ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَشَدُّ حُبًّا لِّلَّهِ ۗ وَلَوْ يَرَى ٱلَّذِينَ ظَلَمُوٓا۟ إِذْ يَرَوْنَ ٱلْعَذَابَ أَنَّ ٱلْقُوَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا وَأَنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلْعَذَابِ
“Dan diantara manusia ada orangorang yang menyembah tandingantandingan selain Alloh; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Alloh. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Alloh.” (QS. Al-Baqoroh: 165)
Dalil tentang Khouf (rasa takut) dan Roja’ (harapan) adalah firman Allohl,
أُو۟لَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَىٰ رَبِّهِمُ ٱلْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُۥ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُۥٓ ۚ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُورًا
“Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka, siapakah di antara mereka yang lebih dekat (kepada Alloh) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya. Sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang (harus) ditakuti.” (QS. Al-Isro’: 57)
Ketiga rukun ibadah ini (Mahabbah, khouf dan roja’) harus seimbang, karena jika seorang muslim beribadah kepada Allohlberdasarkan salah satunya saja dan meninggalkan yang lainnya, maka akan menjadi cacat ibadah tersebut.
Seseorang yang beribadah hanya dengan Mahabbah (cinta) saja, maka dia akan menjadi seorang yang hanya cinta kepada Allohlyang tidak takut terhadap siksa-Nya serta tidak berharap kepada-Nya. Sedangkan orang yang beribadah hanya berdasarkan Khouf (rasa takut) saja, maka dia akan menjadi seorang yang putus harapan dari rahmat Allohl. Demikian juga orang yang beribadah hanya berdasarkan Roja’ (harapan) saja, maka dia akan menjadi seorang yang selalu berharap kepada Alloh tanpa memiliki rasa takut terhadap siksa-Nya, sehingga dia menganggap bahwa dosa yang dia lakukan tidak akan membahayakannya.
Maka, kesimpulannya adalah bahwa ketiga hal dalam beribadah tersebut harus senantiasa ada dan seimbang dalam diri setiap Muslim. Wallohu A’lam
(Maraji’: Tahdzib Tashil Al-Aqidah Al-Islamiyyah, karya: Prof. Dr. Abdulloh bin Abdil ‘Aziz Al-Jibrin)