Orang yang paling dicintai Alloh Subhanahu wa Ta’ala adalah para Nabi dan Rosul Alaihimu Salam. Mereka adalah orang yang paling berat menerima ujian semasa hidupnya. Ujian mereka sangat berat melebihi ujian yang diberikan kepada manusia lainnya. Contohnya adalah Nabi Ayub Alaihi Salam dimana Alloh Subhanahu wa Ta’ala mengujinya dengan kemiskinan dan penyakit yang sangat berat selama berpuluh-puluh tahun, tapi ia tetap sabar.
Setelah para Nabi dan Rosul Alaihimu Salam, orang yang ujiannya sangat berat adalah para sholihin dan para ulama. Demikianlah secara berurutan, hingga Alloh Subhanahu wa Ta’ala menimpakan ujian yang ringan kepada orang-orang awam, termasuk kita di dalamnya.
Yang pasti, ketika setelah seseorang mengikrarkan diri beriman, maka Alloh Subhanahu wa Ta’ala akan menyiapkan ujian baginya. Dalam Al-Qur’an tertulis janji Alloh Subhanahu wa Ta’ala, “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka akan dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman,” lantas tidak diuji lagi? Sungguh Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Alloh mengetahui orang-orang yang benar dan mengetahui orang-orang yang dusta.” (QS. Al-Ankabut: 2-3)
Dalam ayat yang lain Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman yang artinya, “Sungguh, Kami akan menguji kalian dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikan kabar gembira bagi orang-orang yang bersabar.” (QS. Al-Baqoroh: 155)
Jadi, semakin Alloh Subhanahu wa Ta’ala cinta pada seseorang, maka ujian yang diberikan padanya bisa semakin berat. Karena ujian tersebut akan semakin menaikkan derajat dan kemuliaannya di hadapan Alloh Subhanahu wa Ta’ala.
Musibah yang ditimpakan Alloh Subhanahu wa Ta’ala kepada manusia dapat dilihat dari empat perspektif; Yang pertama, sebagai ujian dari Alloh Subhanahu wa Ta’ala. Kedua, sebagai tadzkiroh (peringatan dari Alloh Subhanahu wa Ta’ala kepada manusia) atas dasar sifat Rohman-Nya. Ketiga, sebagai adzab bagi orang-orang kafirin, munafiqin, ataupun fasiqin dan Keempat, sebagai tanda bahwa Alloh Subhanahu wa Ta’ala menginginkan kebaikan padanya. Dalam perspektif seperti ini, musibah berfungsi sebagai penggugur dosa-dosa.
Lalu siapakah orang-orang yang Alloh Subhanahu wa Ta’ala inginkan kebaikan bagi mereka?
Rosululloh Sholallohu alaihi wa sallam mengabarkan bahwa diantara orang-orang yang Alloh Subhanahu wa Ta’ala inginkan bagi mereka kebaikan adalah diberikannya ujian dan cobaan.
Rosululloh Sholallohu alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُصِبْ مِنْهُ
“Barang siapa yang Alloh inginkan kebaikan, Alloh akan memberinya musibah.” (HR. Al-Bukhari)
Dalam hadits yang mulia ini, Rosululloh n menjelaskan bahwa tanda kebaikan Alloh Subhanahu wa Ta’ala kepada seorang hamba adalah dengan memberikan musibah kepadanya. Hal tersebut akan diraih jika ia bersabar dan mengharap pahala dari musibah yang datang.
Adapun jika tidak bersabar, maka musibah yang datang bertubi-tubi tidak akan menghasilkan kebaikan apapun.
Karena itu, jika seseorang mendapatkan ujian hidup, maka husnudzonlah pada Alloh Subhanahu wa Ta’ala. Karena Alloh Subhanahu wa Ta’ala sedang menginginkan kepadanya kebaikan selama ia berada pada riil yang benar.
Dari Abu Hurairah Rodiyallohu anhu, Rosululloh Sholallohu alaihi wa sallam bersabda,
لَا يَزَالُ الْبَلَاءُ بِالْمُؤْمِنِ أَوْ الْمُؤْمِنَةِ فِي جَسَدِهِ وَفِي مَالِهِ وَفِي وَلَدِهِ حَتَّى يَلْقَى اللهَ وَمَا عَلَيْهِ مِنْ خَطِيئَةٍ
“Senantiasa ujian itu menerpa mukmin atau mukminah pada jasadnya, harta dan anaknya sampai ia bertemu dengan Alloh dalam keadaan tidak mempunyai dosa.” (HR. Ahmad dan At-Tirmidzi, dishahihkan oleh Al-Albani)
Dari Anas bin Malik Rodiyallohu anhu, Nabi Sholallohu alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا أَرَادَ اللهُ بِعَبْدِهِ الْخَيْرَ عَجَّلَ لَهُ الْعُقُوبَةَ فِى الدُّنْيَا وَإِذَا أَرَادَ اللهُ بِعَبْدِهِ الشَّرَّ أَمْسَكَ عَنْهُ بِذَنْبِهِ حَتَّى يُوَفَّى بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Jika Alloh menginginkan kebaikan pada hamba, Dia akan segerakan hukumannya di dunia. Jika Alloh menghendaki kejelekan padanya, Dia akan mengakhirkan balasan atas dosa yang ia perbuat hingga akan ditunaikan pada hari kiamat kelak.” (HR. At-Tirmidzi)
Juga dari hadits Anas bin Malik Rodiyallohu anhu, beliau Sholallohu alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلاَءِ وَإِنَّ اللهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاَهُمْ فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ
“Sesungguhnya pahala besar karena balasan untuk ujian yang berat. Sungguh, jika Alloh mencintai suatu kaum, maka Dia akan menimpakan ujian untuk mereka. Barang siapa yang ridho, maka ia yang akan meraih ridho Alloh. Barang siapa siapa yang tidak suka, maka Alloh pun akan murka.” (HR. Ibnu Majah)
Faedah dari hadits-hadits di atas:
1- Tanda bahwa Alloh Subhanahu wa Ta’ala mencinta hamba-Nya adalah Alloh Subhanahu wa Ta’ala akan menguji hamba tersebut. Sehingga cobaan dan musibah dinilai sebagai ujian bagi wali Alloh Subhanahu wa Ta’ala yang beriman.
2. Bahwasanya ujian (musibah) yang menimpa seorang mukmin adalah tanda kebaikan selama dia tidak meninggalkan kewajibannya sebagai seorang mukmin atau melakukan perkara-perkara yang diharamkan.
3. Wajibnya berbaik sangka kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala atas apa-apa yang menimpa dirinya dari perkara yang tidak dia senangi.
4- Anjuran untuk bersabar dalam menyikapi setiap musibah yang menimpa kita, karena musibah yang berat (dari segi kualitas dan kuantitas) akan mendapat balasan pahala yang besar.
5- Siapa yang ridho dengan ketetapan Alloh Subhanahu wa Ta’ala, ia akan meraih ridho Alloh Subhanahu wa Ta’ala dengan mendapat pahala yang besar. Sedangkan siapa yang tidak suka dengan ketetapan Alloh Subhanahu wa Ta’ala, ia akan mendapat siksa yang pedih.
6- Jika Alloh menginginkan kebaikan pada hamba, maka Dia akan segerakan hukumannya di dunia dengan diberikan musibah yang ia tidak suka sehingga ia keluar dari dunia dalam keadaan bersih dari dosa.
Diantara tanda-tanda kebaikan seseorang yang lainnya adalah:
1. Dijadikan faham terhadap agama Islam
Rosululloh Sholallohu alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّيْنِ
”Barang siapa yang Alloh inginkan kebaikan padanya, Alloh akan faqihkan ia dalam masalah agama (ini).” (HR. Al-Bukhori dan Muslim)
Kefaqihan adalah pemahaman yang Alloh l berikan kepada seorang hamba. Pemahaman yang lurus tentang Al-Qur’an dan As-Sunnah didasari dengan kebeningan hati dan akidah yang shohih. Karena hati yang dipenuhi oleh hawa nafsu tidak akan dapat memahami Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan baik dan benar.
2. Berakhlak mulia
Rosululloh Sholallohu alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْراً يَجْعَلْ خُلُقَهُ حسناً
”Barang siapa yang dikehendaki Alloh (mendapat) kebaikan, maka akhlaknya akan dibuat mulia.” (HR. Al-Qudha`i)
3. Senantiasa beramal sholih sebelum kematian menjelang
Disebutkan dalam hadits bahwa Rosululloh Sholallohu alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا أَرَادَ اللهُ بِعَبْدٍ خَيْرًا اسْتَعْمَلَهُ قِيْلَ: مَا يَسْتَعْمِلُهُ ؟ قَالَ : يُفْتَحُ لَهُ عَمَلاً صَالِحًا بَيْنَ يَدَيْ مَوْتِهِ حَتَّى يَرْضِيَ عَلَيْهِ مَنْ حَوْلَهُ
”Apabila Alloh menginginkan kebaikan kepada seorang hamba, Alloh jadikan ia beramal.” Lalu para sahabat bertanya, “Apa yang dimaksud dijadikan dia beramal?” Maka Rosululloh n bersabda, “Dibukakan untuknya amalan shalih sebelum meninggalnya sehingga orang-orang yang berada di sekitarnya ridha kepadanya.” (HR. Ahmad dan lainnya)
Nasib setiap orang tidak ada yang tau bagaimana akan berakhir dan seperti apa berakhirnya, karena kematian merupakan rahasia Alloh l. Maka yang bisa kita lakukan ialah selalu memohon kepada-Nya agar senantiasa diberi taufiq untuk konsisten beramal hingga ajal tiba agar mendapatkan khusnul khotimah.
4. Diberikan kesabaran
Rosululloh Sholallohu alaihi wa sallam bersabda,
وَ مَا أُعْطَيَ أَحَدٌ عَطَاءً خَيْرًا وَ أَوْسَعُ مِنَ الصَّبْرِ
”Tidaklah seseorang diberikan sesuatu yang lebih baik dan lebih luas dari kesabaran.” (HR. Al-Bukhori dan Muslim)